Ilustrasi ular. (Pixabay)
BogorUpdate.com – Tren memelihara hewan liar, termasuk ular, sebagai hewan peliharaan eksotis semakin populer. Namun, karena alasan bosan atau tak sanggup lagi merawat, tak sedikit yang melepasliarkannya ke alam bebas.
Ahli Herpetologi IPB University, Prof Mirza Dikari Kusrini, mengingatkan bahaya dari tren pelepasan ular peliharaan ke alam. Ia menilai tindakan ini sangat tidak bertanggung jawab dan bisa memicu berbagai masalah ekologi maupun keselamatan publik.
“Ketika ular dilepaskan sembarangan, ada risiko bertambahnya populasi yang tidak terkendali, terutama jika ular tersebut bukan spesies asli daerah tersebut. Ini bisa mengganggu keseimbangan ekosistem lokal,” jelasnya.
Selain itu, ia menekankan bahwa memelihara ular berbisa atau ular besar seperti piton berpotensi membahayakan masyarakat. Jika hewan tersebut sampai mencelakai orang lain, pemilik bisa dikenai sanksi hukum sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati atau peraturan daerah terkait ketertiban umum.
Prof Mirza menyayangkan hingga saat ini belum ada regulasi yang jelas tentang memelihara ular di Indonesia, terutama untuk jenis tidak dilindungi. Regulasi yang ada baru mengatur pemeliharaan ular jenis dilindungi, yakni termaktub dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 tahun 1999 tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa liar yang merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) No 5/1990 tentang Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
“PP tersebut antara lain melarang pemeliharaan satwa yang dilindungi. Sementara, ular Piton yang biasa dipelihara, yakni Malayopython reticulatus, tidak masuk dalam daftar satwa lindungan di Indonesia,” ujarnya.
Selain itu, melepasliarkan ular di alam juga belum ada aturan jelas. Walaupun, sebutnya, mungkin bisa masuk dalam peraturan daerah (perda) terkait ketertiban umum.
Prof Mirza kemudian membandingkan dengan negara-negara lain seperti Australia yang menerapkan sistem perizinan khusus bagi pemelihara satwa liar. “Di Australia, orang yang ingin memelihara ular berbisa harus punya pengalaman memelihara ular tidak berbisa selama beberapa tahun lebih dulu, “ ujarnya.
“Harusnya kita juga punya regulasi seperti itu untuk menjamin keselamatan bersama,” katanya menegaskan.
Lebih lanjut, ia menyarankan masyarakat yang tidak lagi sanggup memelihara ular untuk tidak melepasnya ke alam. Sebaiknya, ular diserahkan ke lembaga konservasi resmi atau komunitas reptil yang kompeten agar penanganannya lebih aman dan tepat.
Prof Mirza juga menekankan pentingnya edukasi kepada masyarakat mengenai peran ular dalam ekosistem. Menurutnya, hidup berdampingan dengan satwa liar memerlukan kesadaran dan pemahaman yang benar.
“Jaga kebersihan lingkungan, jangan membuang sisa makanan sembarangan karena itu mengundang tikus dan tikus mengundang ular. Jika menemukan ular, segera laporkan ke pihak berwenang agar bisa ditangani dengan aman,” imbaunya.