IPB University: Herbal Berpotensi Sebagai Agen Anti-Inflamasi terhadap COVID-19

Lifestyle, BogorUpdate.com
Indonesia sebagai negara tropis memiliki peranan besar dalam mengembangkan biodiversitas tanaman-tanaman herbal yang memiliki potensi sebagai obat-obatan. Termasuk dalam upaya menemukan obat yang dapat menunjang penanganan pasien COVID-19. Hal ini mendorong Pusat Studi Biofarmaka Tropika (TROP BRC), Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB University untuk mengangkat diskusi yang bertajuk “Potensi Herbal Sebagai Agen Anti-Inflamasi untuk Menjaga Daya Tahan Tubuh Terhadap COVID-19”, Selasa (29/6/20).

Prof Dr drh Bambang Pontjo Priosoeryanto, dosen IPB University dari Divisi Patologi Departemen Klinik, Patologi dan Reproduksi Fakultas Kedokteran Hewan mengungkapkan hambatan-hambatan yang dialami pasien dalam melawan COVID-19 adalah umur tua dimana proses apoptosis meningkat dan kapasitas regenerasi menurun. Adanya gangguan hormonal (untuk sembuh diperlukan ‘growth hormon’). Adanya defisiensi nutrisi seperti protein, asam lemak esensial, vitamin terutama vit C (kolagen terbentuk tidak normal, tidak kuat, mudah rusak). Mengidap penyakit kronis (penderita diabetes, luka sulit sembuh selama kadar gula tinggi) dan drug Abuse.

“Respon inflamasi bisa berfungsi bisa juga tidak. Yang terpenting pada kita adalah menjaga diri dari paparan mikroba yang ada di sekitar dan jaga kesehatan,” tambah Prof Bambang.

Sementara itu, menurut Dr drh Min Rahminiwati, dosen IPB University dari Divisi Farmakologi, Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan, ada beberapa tanaman yang efeknya terhadap sitokin sudah dilaporkan. Diantaranya adalah pepaya, kunyit, kayu manis, binahong dan sirih merah.

“Di bagian hilir, ada beberapa tanaman yang cukup potensial yang memiliki kemampuan untuk menghambat COX diantaranya adalah lengkuas, temulawak, melinjo, mangrove dan pulai. Tanaman herbal banyak yang potensial untuk dikembangkan dalam mengendalikan badai sitokin oleh COVID-19 ini. Namun untuk digunakan secara klinis ini, belum pengujian lebih lanjut terutama dari segi keamanan dan efeknya secara klinis,” ujarnya.

Sementara itu, Dr Wisnu Ananta Kusuma, dosen IPB University dari Departemen Ilmu Komputer Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan mengatakan bahwa bioinformatika adalah multidisiplin ilmu yang dibentuk dari gabungan antara matematika, statistik, komputasi serta pemahaman biologi, kimia, biokimia. Diperlukan juga pemahaman engineering dan rekayasa. Ini karena keluarannya adalah perangkat lunak untuk menyelesaikan problem-problem. Salah satu penggunaannya adalah untuk kesehatan.

 

 

 

 

 

(ipb/end)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *