Ini Penjelasan dr Husnawati Dosen IPB University Soal Hubungan Lapar dan Marah

dr Husnawati, Dosen IPB University

Lifestyle, BogorUpdate.com
Istilah “Hangry” sering digunakan untuk mendeskripsikan rasa marah yang muncul ketika seseorang mengalami lapar. Tetapi apakah benar rasa lapar akan selalu menyebabkan seseorang menjadi gampang marah?

Marah merupakan respon emosional yang kuat yang muncul ketika tubuh sedang menghadapi ancaman atau bahaya. Pada kondisi tersebut, sumbu hipotalamus-hipofisis-adrenal (HPA) di otak akan teraktifkan, dan melawan respons atau lari (“fight or flight”).

Dosen IPB University, dr Husnawati, menuturkan bahwa kombinasi rasa lapar dan amarah merupakan respons emosional yang rumit yang melibatkan interaksi biologi, kepribadian, dan lingkungan.

“Sistem limbik di otak adalah pusat dari segala emosi baik itu marah, takut, konflik seksual, dan lainnya. Di sini emosi emosi secara biokimia dan diberi label sebagai sesuatu yang menyenangkan atau tidak menyenangkan, yang kemudian dikeluarkannya hormon senang atau hormon stres,” paparnya.

Dosen IPB University dari Departemen Biokimia Fakultas Matematikan dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) tersebut juga menjelaskan bahwa pada beberapa orang rasa lapar dapat dianggap sebagai ancaman bagi tubuh, sehingga muncullah kondisi “hangry”.

Rasa lapar yang berkepanjangan membuat tubuh menjadi stres, dan dikeluarkanlah hormon kortisol yang merupakan hormon stres. Kondisi stres yang dirasakan tubuh yang menyebabkan penurunan kadar hormon serotonin yang memiliki peran penting dalam pembantuan suasana hati.

“Kadar serotonin yang rendah sangat berkaitan dengan analisis rasa marah dan kecenderungan arah perilaku kekerasan,” ujarnya.

Di sisi lain, kepribadian dan pengaruh lingkungan, perilaku emosi karena makanan terbentuk sejak masa kanak-kanak, dan sangat terkait dengan pengalaman masa kecil.

Menurut teori psikosomatis, rasa emosional yang muncul karena lapar merupakan respons terhadap perasaan negatif, seperti stres, kekecewaan, dan perasaan kesepian. Seseorang yang tinggal di lingkungan yang memperebutkan makanan sebagai usaha untuk bertahan hidup, akan sangat mudah mengalami “hangry”.

Tingkat kesadaran emosional seseorang juga memengaruhi “hangry”. Orang yang kesadaran emosionalnya semakin berkembang, akan menyadari bahwa rasa lapar dapat terwujud sebagai emosi negatif, sehingga mereka dapat mengontrolnya dan cenderung tidak menjadi “hangry”.

“Pada umat muslim, ada fase dimana seseorang mengajar emosi dari rasa lapar, yaitu saat berpuasa,” tambah dokter yang juga bikin di Unit Kesehatan IPB University ini.

Ketika seseorang berpuasa, selain membantu dan mengaktifkan metabolisme tubuh yang jarang dipakai, seperti pengaturan pergantian kerja hormon insulin dan glukagon, puasa juga berfungsi untuk mengatur tubuh bahwa rasa lapar yang terjadi pada waktu pendek (di bawah 20 jam) ancaman atau bahaya bagi tubuh.

“Sehingga orang-orang yang terbiasa berpuasa akan merespon rasa lapar dengan emosi yang netral atau malah positif,” pungkasnya.

Oleh karena itu, rasa lapar yang menyebabkan kematian hanya terjadi pada orang-orang yang menganggap lapar sebagai ancaman bagi dirinya, dan adanya faktor kondisi lingkungan yang tidak mendukung.

 

 

 

 

 

 

(ipb/rie)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *