HomeLifestyleNews

Alternatif Pengganti Minyak Goreng untuk Rumah Tangga

Oleh : Muhammad Reyhan Marciano
Program Studi Agribisnis, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Email : reyhan.marciano21@mhs.uinjkt.ac.id
No. Telepon : +6281333775795

Lifestyle, BogorUpdate.com – Minyak goreng merupakan minyak yang biasa digunakan untuk memasak makanan dalam rumah tangga, salah satu minyak goreng yang sering digunakan masyarakat adalah minyak goreng yang berasal dari kelapa sawit. Setiap satu sendok makan minyak goreng dari kelapa sawit mengandung 114 kalori, 14 gram lemak, 7 gram lemak jenuh, 5 gram lemak tak jenuh tunggal, 1.5 gram lemak tak jenuh ganda, dan 11% dari angka kecukupan gizi vitamin E harian, semua kalori dari minyak kelapa sawit berasal dari lemak yang tersusun atas 50% asam lemak jenuh, 40% lemak tak jenuh tunggal, dan 10% lemak tak jenuh ganda. Di Indonesia tidak sedikit jenis makanan yang diolah dengan cara digoreng, hampir setiap orang mungkin pernah makan makanan yang digoreng, setidaknya sekali saja. Memang, makanan yang digoreng punya rasa yang lebih lezat dan gurih dan ini yang membuat banyak orang suka makan gorengan. Tidak heran bahwa Indonesia termasuk negara yang angka konsumsi minyak sawitnya lumayan tinggi di Dunia.

Beberapa pekan lalu tepatnya pada awal bulan April tahun 2022, harga minyak goreng di Indonesia sempat melonjak naik hingga Rp 24.000 per liter. Kenaikan harga minyak goreng ini disebabkan karena naiknya harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) yang sudah menyentuh angka 1.815 US dollar per ton pada Maret 2022 berdasarkan data dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) di pasar Internasional yang diduga imbas dari pandemi Covid-19 dan perang antara Rusia dan Ukraina yang belum mereda. Kejadian ini mengakibatkan perusahaan sawit dalam negeri lebih memilih mengekspor produknya dibanding menjualnya ke dalam negeri karena lebih menguntungkan sehingga harga minyak goreng dalam negeri pun beranjak naik, alhasil terjadi lah panic buying oleh masyarakat yang menyebabkan persediaan minyak goreng dalam negeri langka, belum lagi adanya penimbun dan mafia minyak goreng yang membuat persediaan minyak melangka dan baru baru ini terkuak dalangnya. Pemerintah pun sudah melakukan upaya untuk menstabilkan harga minyak goreng dengan menerapkan larangan ekspor minyak kelapa sawit yang akan berlaku hingga minyak goreng turun ke harga Rp 14.000 seperti semula.

Melihat ketidakstabilan harga minyak goreng, sepertinya kita membutuhkan alternatif untuk mengurangi konsumsi penggunaan minyak goreng dalam kegiatan konsumsi pada rumah tangga, selain sisi ekonomisnya kita juga harus melihatnya dalam sisi kesehatan. Konsumsi minyak goreng berlebihan juga tidak bagus karena makanan berminyak mengandung lemak jahat yang tinggi. Makanan yang digoreng bisa menyebabkan timbulnya kolesterol jahat, meningkatkan risiko obesitas, memicu pertumbuhan jerawat, dan penyakit kronis seperti jantung, karena makanan yang digoreng memiliki kandungan kalori, kandungan lemak trans yang memicu kanker, dan lemak jenuh yang lebih tinggi ketimbang makanan yang tidak digoreng seperti makanan yang direbus, dibakar, dipanggang, maupun yang ditumis dengan hanya sedikit minyak. Sebetulnya walau menyebabkan beberapa penyakit, penyakit itu akan timbul apabila mengkonsumsi minyak goreng sawit secara berlebihan. Minyak goreng dari kelapa sawit tidak sejahat itu karena kandungan vitamin B1, B2, B6, dan vitamin C dalam makanan cenderung bertahan, tidak seperti ketika kita mengukus atau merebus makanan. Pada dasarnya sah-sah saja mengkonsumsi makanan berminyak apabila kita bisa mengendalikan dan membatasi konsumsi makanan gorengan dengan minyak kelapa sawit.

Namun apabila anda merasa sangat ingin makan makanan yang digoreng, anda bisa mengakalinya dengan memilih minyak yang memiliki smoke point yang tinggi. Minyak dengan smoke point yang tinggi dapat memasak lebih cepat dengan begitu akan lebih sedikit pula minyak yang diserap makanan yang digoreng karena apabila menggoreng makanan terlalu lama dapat menurunkan kandungan nutrisi pada makanan bahkan semakin gelap atau gosong suatu makanan semakin tinggi kandungan acrylamide yang dapat memicu kanker, contoh minyak yang memiliki smoke point yang tinggi yaitu minyak kanola. Anda juga bisa memilih minyak dengan kandungan lemak tak jenuh yang lebih tinggi karena lemak ini bagus bagi tubuh anda, contoh minyak yang mengandung lemak tak jenuh yaitu minyak jagung dan minyak bunga matahari. Minyak ini mengandung asam oleat/asam lemak tak jenuh dan tidak mengandung lemak trans yang berbahaya, minyak bunga matahari juga mengandung antioksidan dan vitamin E yang tinggi serta lebih ringan dari minyak goreng sawit dan yang pasti jangan pernah menggoreng makanan dengan minyak yang telah digoreng berkali-kali karena ikatan rangkap pada rantai karbon di dalam minyak akan terus lepas dan membentuk ikatan karbon tunggal yang jenuh dan berbahaya bagi tubuh seiring terus menerus dipanaskan.

Kita juga bisa mengganti penggunaan minyak goreng sawit dengan mentega yang lebih sehat. Mentega terbuat dari bahan hewani yaitu susu, mentega dapat digunakan untuk memasak makanan yang membutuhkan sedikit minyak seperti menggoreng telur dan sosis atau menggoreng dengan teknik shallow frying. Untuk memasak makanan yang harus di-deep fry kita juga bisa memasaknya menggunakan air fryer yang bekerja dengan cara seperti deep fry namun dengan cara memanfaatkan udara panas yang berasal dari pemanas dan kipas mekanik yang dapat mencapai suhu kurang lebih 200 derajat celcius dan hanya membutuhkan sedikit minyak agar tidak lengket untuk bahan yang berpotensi lengket pada wadahnya.

Dari permasalahan ini banyak negara yang mengalami krisis stok minyak goreng, sehingga mereka harus mengganti/mencari pengganti minyak goreng agar kegiatan konsumsi di rumah tangga tidak terhambat seperti mengganti minyak goreng kelapa sawit dengan minyak biji bunga matahari, minyak canola, minyak jagung, dan lain lain. Tetapi ada beberapa negara yang tidak mengalami kelangkaan minyak goreng seperti negara lain. Negara tersebut ialah Kazakhstan, Paraguay, dan Selandia Baru/New Zealand, negara-negara ini pada dasarnya memang tidak mengkonsumsi minyak goreng nabati sebanyak negara lain. Kazakhstan mempunyai tingkat konsumsi minyak nabati sebesar 289 kiloton, Paraguay sebesar 118 kiloton, dan Selandia Baru hanya sebesar 108 kiloton, dibandingkan denan Indonesia yang termasuk konsumen minyak nabati terbesar di dunia hingga mencapai 13.574 kiloton. Angka konsumsi minyak nabati yang rendah di beberapa negara tersebut terjadi karena kebanyakan makanan yang dikonsumsi di negara-negara tersebut diolah dengan cara dipanggang dan direbus.

Jadi itulah beberapa langkah alternatif yang dapat kita ambil seperti mengganti jenis minyak maupun menganti cara masaknya demi mengurangi konsumsi minyak goreng sawit, selain harganya yang sedang mahal tidak ada salahnya kita mencintai dan menjaga kesehatan kita dengan menjauhkan diri dari bahaya yang ada pada minyak goreng sawit. Sebetulnya bukan berarti kita tidak mengkonsumsi minyak sawit sama sekali, tetapi hanya mengendalikan dan membatasi konsumsinya karena Indonesia sendiri merupakan penghasil minyak sawit terbesar di dunia dan pastinya komoditas kelapa sawit di Indonesia menghasilkan angka pendapatan yang cukup tinggi bagi negara yang harus tetap berjalan dan berkembang baik ekspor maupun domestik.

Exit mobile version