Tidak Ingin Dualisme? Berhentilah Dukung RSA!

Oleh: Bergas Chahyo Baskoro

(Direktur Utama Bakornas LAPMI PB HMI 2018-2020)

 

BOGORUPDATE.COM – Hari-hari ini jagat kawah candradimuka HMI bergejolak semakin memanas. Ada 3 arus utama sikap organisatoris kader yang nampak dalam wacana saat ini: pro-RSA, pro-AKH, dan pihak “abu-abu”.

 

Melalui tulisan ini, di media resmi yang dimiliki oleh Bakornas LAPMI PB HMI, saya akan mencoba menelaah persoalan yang dirasa cukup mendesak untuk direspon. Tentu tulisan ini subyektif karena memang sebuah opini. Dan tentu pula ini hanya sebatas opini bukan pernyataan sikap organisasi, karena ada banyak pemikiran dan iklim demokratis di internal kepengurusan yang tidak cukup waktu untuk dikonsolidasikan dalam momen semendesak ini.

 

Sebagai awalan, saya akan menjelaskan terminologi “abu-abu” dalam menyebut pihak ketiga tadi, yakni karena meskipun narasi yang digunakan adalah mendukung rekonsiliasi, tetapi mereka tidak pernah mau terbuka menyatakan bahwa RSA telah melakukan pelanggaran konstitusional: (1) kasus amoral/asusila yang telah disidangkan di Majelis Pengawas dan Konsultasi PB HMI; dan (2) Memilih dan menetapkan MPK PB HMI di luar forum kongres.

 

Jika dilihat di permukaan, kategori ketiga ini seolah nampak mengusung “misi perdamaian demi persatuan dan keutuhan organisasi”. Namun jika ditelisik lebih dalam dengan nalar kritis, pilihan sikap yang diambil justru malah mengabaikan putusan MPK PB HMI yang telah memberhentikan RSA sebagai ketua umum PB HMI dan memberikan bahan bakar bagi RSA untuk terus melanjutkan legitimasinya yang ilegal. Dan dengan begitu, “Pihak ketiga inilah yang sesungguhnya telah melanggengkan situasi dualisme.”

 

Ada simplifikasi yang dilakukan pihak ketiga ini dengan menuduh AKH tidak punya itikad baik karena tidak segera menyelenggarakan kongres, bahkan membentuk kepengurusan. Jika saja mereka mau sedikit mendalami situasi dan menggunakan nalar kritisnya, setidaknya ada 3 alasan rasional mengapa ini dilakukan.

 

Pertama, kongres tidak dapat diselenggarakan seorang diri AKH. Sementara, fungsionaris PB lainnya yang berakal sehat, sudah terlanjur direshuffle oleh RSA. Karena itulah MPK PB HMI mengembalikan kembali status kepengurusan mereka, agar kemudian dapat membantu AKH menyusun persiapan-persiapan matang dalam menyelenggarakan kongres.

 

Kedua, kongres memerlukan persiapan dan merupakan hasil kolektif. Maka dari itu, pemilihan lokasi misalnya, dilakukan dengan proses yang konstitusional dan komprehensif. Penyelenggaraan pleno yang representatif dengan dihadiri lebih dari 150 cabang dan belasan Badko seluruh Indonesia, adalah momentum yang tepat guna menentukan lokasi kongres. Dan itu sudah dilakukan AKH.

 

Amat berbeda dengan yang dilakukan oleh RSA dalam mekanisme penentuan lokasi kongres. Kongres di Palembang, sudah tersiar lebih dahulu sebelum pleno diselenggarakan. Bahkan, pleno untuk menetapkan lokasi Kongres di Palembang sangat jauh dari kondisi representatif, bahkan banyak yang menilai hanya sekitar 20 Badko tanpa Cabang yang hadir di pleno tersebut.

 

Ketiga, aspek legitimasi. Kesuksesan kongres, jika memang itu sebagai solusi, tidak dapat dipisahkan dari sejauh mana legitimasi yang diperoleh dalam penyelenggaraannya. Dalam keterbatasan saluran dan kegentingan situasi, kabar pemberhentian RSA oleh MPK PB HMI hanya diperoleh oleh cabang-cabang dan Badko-Badko seluruh Indonesia melalui saluran media, terutama media sosial. Sementara RSA juga menggunakan media untuk ‘menutupi’ kabar tersebut dan terus menguatkan legitimasinya. Hal ini membuat situasi semakin jauh dari arah penyelesaian karena adanya kontestasi legitimasi diantara keduanya.

 

Oleh karena itu, jika memang pihak-pihak yang begitu heroik ingin kondisi dualisme PB HMI ini segera berakhir, “Berhentilah memberikan legitimasi bagi RSA;” Menggunakan narasi “keduanya salah”, sama halnya dengan narasi “keduanya benar”. “Organisasi bekerja dengan landasan konstitusi, dan dalam konstitusi, ada BENAR atau SALAH. Tidak pernah keduanya berlaku dalam dimensi ruang dan waktu yang sama.

 

Tidak mungkin dengan akal yang sehat, kita mengabaikan nalar ratusan cabang dan Badko-Badko yang hadir dalam pleno 2 PB HMI di Bogor, yang jelas-jelas mendukung penyelenggaraan kongres satu di bawah kepemimpinan AKH selaku PJ Ketua Umum.

 

 

 

 

 

 

 

Editor : Endi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *