Penulis: Azario Khansa Wiratama
Program Studi Agribisnis Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
No.Telp: 081315468653
Email : azariokhansa95@gmail.com
Lifestyle, BogorUpdate.com – Jambu biji merah (Psidium guajava L.) adalah tanaman tropis yang berasal dari Brasil, disebarkan ke Indonesia melalui Thailand. Jambu biji merah sendiri merupakan tanaman perdu yang tumbuh tinggi sekitar 5-10 meter, tanaman ini memiliki batang silindris yang tumbuh tegak, permukaan batang licin, bercabang dan berwarna cokelat kehijauan, dan tanaman jambu biji merah dapat tumbuh baik pada daerah dengan ketinggian 1 – 1200 mdpl. Kandungan jambu biji merah mengandung tanin, quersetin, glikosida quersetin, flavonoid, minyak atsiri, asam ursolat, asam psidiolat, asam kratogolat, asam oleanolat, asam guajaverin, dan vitamin lainmya yang terdapat dalam jambu biji merah (Dindianto, 2012).
Di Indonesia, tanaman hortikultura banyak dijumpai oleh masyarakat, diantaranya berupa sayuran, buah, daun, dan juga tanaman hias. Dari berbagai jenis tersebut tanaman hortikultura terbagi kedalam 4 bagian, yaitu Olerikultura (tanaman sayuran), Florikultura (tanaman hias), Fruitukultura (tanaman buah-buahan), dan Biofarmaka (tanaman obat-obatan). Jambu biji merah ini termasuk dalam bagian Florikultura, jambu biji merah juga merupakan salah satu produk hortikultura yang termasuk komoditas internasional. Lebih dari 150 negara telah membudidayakan jambu biji,merah di antaranya Jepang, India, Taiwan, Malaysia, Brasil, Australia, Filipina, dan Indonesia. Biasanya dikonsumsi dalam keadaan segar atau untuk diolah (diproses) dalam bentuk turunan lain seperti manisan, dan jus. Usaha tani jambu biji merah memberikan kontribusi potensial untuk dikembangkan baik dari aspek hulu kegiatan pada usahatani (on-farm) sampai aspek hilir kegiatan di luar usahatani (off-farm) sebagai profit center, bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup petani. Keuntungan petani bergantung pada proses budidaya, di mana biaya yang dikeluarkan dapat dikelola menghasilkan produksi yang maksimal.
Menurut Soedarya (2010) dalam melakukan kegiatan budidaya jambu biji merah terdapat beberapa langkah yang perlu diperhatikan oleh pembudidaya, yang pertama pengolahan media tanam, mencakup kegiatan: persiapan lahan, pembukaan lahan, pembentukan bedengan, pengapuran lahan, dan pemupukan, selanjutnya penanaman, mencakup kegiatan: penentuan pola tanaman, pembuatan lubang penanaman, dan penanaman bibit jambu biji, dan yang terakhir pemeliharaan tanaman, mencakup kegiatan: penjarangan dan penyulaman, penyiangan, pembubunan (pembalikan dan penggemburan tanah agar tetap dalam keadaan lunak), pemangkasan pada ujung cabang-cabang pohon jambu biji, pemupukan, pengairan dan penyiraman, penyemprotan pestisida, dan pemeliharaan lain berupa pembungkusan buah jambu biji dengan menggunakan plastik.
Hal ini bertujuan untuk melindungi agar buah tidak mudah dimakan oleh binatang seperti kalong atau ulat dan menjaga agar buah tetap tumbuh dengan baik. Buah jambu biji merah yang dibungkus plastik juga memiliki kulit buah yang lebih halus dan bagus dibandingkan dengan buah yang tidak dibungkus plastik. Dengan cara ini petani dapat menjual jambu biji merah dengan harga yang lebih tinggi dipasar dibandingkan harga biasanya.
Data BPS menunjukkan di Indonesia pada tahun 2020 produksi jambu biji merah sebesar 396 268,00 ton, dan berkontribusi 4,18% dari total produksi buah di Indonesia. Pada 2020 produk jambu biji merah segar atau olahan yang diekspor sebesar 113,05 ton dari produksi jambu biji merah nasional. Sedikitnya jumlah jambu biji merah yang diekspor bisa menjadi peluang untuk pengembangan pemasaran jambu biji nasional. Persebaran produksi buah jambu biji merah tidak merata. Produksi buah jambu biji Indonesia di tahun 2020 didominasi di Pulau Jawa dengan persentase 74,59%, produksi terbesar ada di Jawa Tengah sebesar 105 639,00 ton dari total produksi di Indonesia di 2020. Jumlah produksi di Jawa Timur sebesar 90 846,00 ton, dan Jawa Barat sebesar 79 434,00 ton. Sedangkan provinsi lain jumlah produksinya di bawah 10% dari produksi total di Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2020). Faktor persebaran produksi buah jambu biji merah di Indonesia tidak merata karena masih terbatas dalam bentuk penanaman di pekarangan dan tidak bersifat komersial, umunya hanya difungsikan sebagai pohon peneduh dan pemeliharaannya juga kurang diperhatikan.
Alasan yang membuat pengembangan budidaya jambu biji merah di Indonesia masih terbatas adalah ketersediaan bibit jambu biji merah di beberapa daerah yang masih minim, karena jambu biji merah merupakan tanaman tahunan yang dapat berproduksi sampai umur 30 tahun. Ketersedian pupuk yang masih kurang, ketersediaan modal pada usahatani jambu biji merah sangat minim, karena para petani mendapatkan modal dari usahatani itu sendiri, para petani jambu biji merah di beberapa daerah seperti di Desa Telaga Sari melakukan usahatani secara otodidak dan berbagi pengalaman dengan sesama petani jambu biji merah. Hal ini disebabkan olah tidak adanya penyuluh pertanian jambu biji merah di Desa Telaga Sari, sehingga para petani tidak dibekali ilmu mengenai jambu biji merah.
Teknologi dalam pembudidayaan jambu biji merah masih terbilang sederhana karena pengetahuan petani tentang budidaya jambu biji merah terbilang rendah, petani banyak yang belajar sendiri tentang budidaya jambu biji merah. Harga jambu biji merah dipasaran terkadang mengalami kenaikan harga atau pun penurunan harga yang sangat drastis. Harga jambu biji merah terendah terjadi pada saat panen raya. Selain permasalahan tersebut, jambu biji merah yang tidak laku di jual oleh para petani di pasaran dalam bentuk segar apabila tidak dimanfaatkan dengan segera akan mengalami kerusakan biologis karena umur simpannya yang sangat singkat, sehingga dapat terbuang. Hal tersebut mengakibatkan penurunan pendapatan petani dari pendapatan yang seharusnya diterima jika keseluruhan jambu biji merah laku terjual di pasaran.
Oleh karena itu perlu disusun suatu rencana strategi pengembangan agribisnis komoditas jambu biji merah. Strategi pengembangan agribisnis tersebut perlu mempertimbangkan faktor internal dan faktor eksternal agar dapat meningkatkan budidaya jambu biji merah di Indonesia, strategi untuk melakukan pengembangan agribisnis komoditas jambu biji merah dengan cara meningkatkan harga jual jambu biji merah dengan memanfaatkan ketersediaan kemitraan usahatani petani jambu biji merah, meningkatkan dukungan pemerintah daerah, agar dapat terciptanya penyuluhan pertanian, dan sarana prasarana yang mendukung. Selain itu dapat juga menggunakan strategi yang inovatif dalam membudidaya jambu biji merah, misalnya dengan menerapkan IP400. IP400 adalah cara tanam dan panen empat kali dalam satu tahun pada lahan yang sama, “Tujuannya untuk apa?” tujuannya meningkatkan luas tanam dan produksi untuk ketahanan pangan, penghasilan petani meningkat dan sekaligus sebagai solusi penurunan luas tanam akibat alih fungsi lahan.
Dengan demikian apabila ingin meningkatkan perkembangan komoditi jambu biji merah di Indonesia, para pembudidaya jambu biji merah harus lebih paham mengenai teknologi, mencari informasi mengenai jambu biji merah, dan memahami bagaimana cara membudidayanya, supaya dapat memproduksi jambu biji merah yang berkualitas dan pemerintah juga harus mengetahui bagaimana kondisi para petani yang memproduksi jambu biji merah terutatama di daerah pelosok, apakah para petani sejahtera atau tidak, lalu mendengerkan keluhan para petani, serta mewujudkan apa saja yang dibutuhkan para petani tersebut untuk mengembangkan komoditi jambu biji merah Indonesia, sehingga dengan itu dapat mengembangkan komoditi jambu biji merah Indonesia lebih baik lagi.