Cibinong, BogorUpdate.com – Menyikapi adanya beberapa proyek jalan yang bersumber dari anggaran satu Miliar Satu Desa (Samisade) tahun 2022, di Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor, belum rampung hingga kini, menjadi sorotan banyak pihak, salahsatunya Pengamat Politik dan Kebijakan Publik, Yusfitriadi.
Menurutnya, Sejak awal masalah dana yang berbasis peruntukan di desa, baik itu dana desa maupun Samisade mempunyai potensi kerawanan.
“Kerawanan tersebut mengarah kepada perilaku koruptif. Sehingga berpotensi merugikan keuangan Negara yang tidak kecil jumlahnya,” tegasnya kepada Wartawan, Senin (27/2/23).
Potensi kerawanan tersebut, lanjut Kang Yus sapaan akrabnya itu, bisa berbentuk penyalahgunaan anggaran, kebocoran anggaran bahkan penggunaanya tidak sesuai dengan spesifikasi, sehingga terjadi mark up anggaran.
“Jika berapapun dana dan dari sumbermanapun digelontorlan ke desa maka tidak akan signifikan terhadap pengembangan dan pertumbuhan desa, jika pengelolaan keuangan tersebut tidak benar,” jelasnya.
Ia mengungkapkan, ada beberapa hal yang menjadi faktor sehingga terjadi malpraktek dalam pemanfaatan dana yang berbasis di desa, diantaranya perencanaan yang tidak sesuai dengan kebutuhan desa.
“Fenomena penyeragaman perencanaan dalam penggunaan anggaran pemerintah seringkali terjadi. Karena ada pihak-pihak yang tidak mau diribetkan dengan soal pelaksanaan dan pelaporan anggaran tersebut,” bebernya.
Sehingga, lanjutnya, dengan keseragaman perencanaan akan sangat mempermudah pelaksanaan program dan audit laporan keuangan. Namun jauh dari prinsip kebutuhan desa tersebut. Lalu sumberdaya manajemen keuangan yang lemah.
“Baik dana desa, maupun samisade programnya sudah siap bergulir, bahkan sudah terlaksana, sementara instrumen sumberdaya yang mampu mengelola secara baik belum disiapkan,” katanya lagi.
“Baik sumberdaya pengelola program maupun sumberdaya pengelola keuangan. Misalnya ketika program tersebut pelaksanaanya bersifat swakelola, apakah di tingkat desa sudah disiapkan, termasuk pengelola keuangannya, seperti akuntan, tenaga teknis pengelolaan keuangan yang berbasis digital,” tambahnya.
Karena, jika tidak berbasis digital akan berpotensi besar untuk keliru. Terlebih, dalam konteks dana desa, sangat mungkin menjadi bancakan tim sukses, aktor-aktor politik dan relasi-relasi kekuasaan yang mengerjakan.
Sehingga berpotensi digunakan untuk orientasi politik dan berorientasi project fee, bukan berorientasi kemajuan desa. Keempat, tidak jalanya peran pendamping desa.
“Setiap desa disediakan oleh pemerintah, namun nampaknya tidak berperan sebagaimana mestinya, bahkan dimungkinkan terlibat dalam lingkaran pelaksanaan program samisade tersebut,” imbuhnya.
Selain itu, pengawasan yang tidak serius, baik inspektorat maupun BPK seharusnya terlibat secara aktif dalam mengawasi penggunaan dana desa dan samisade tersebut secara benar. Bukan hanya mengaudit laporan keuangan yang bersifat administratif.
“Apalagi kalau sampai ikut terlibat dalam lingkaran konspuratif perilaku koruptif. Oleh karena itu dalam konteks samisade, pemerintah Kabupaten Bogor diharapkan segera mengadakan evaluasi secara serius dan komprehensif,” tegasnya lagi.
“Jangan sampai samisade tidak berpengaruh signifikan terhadap perkembangan dan pertumbuhan masyarakat desa. Jangan sampai pemerintah menyediakan anggaran hanya untuk menjadi bancakan elit pemerintah dari semua tingkatan,” pesannya.