Cibinong, BogorUpdate.com
Saksi yang dihadirkan oleh PT Ferry Sonneville dalam sidang perdata yang menyeret Komariah, hingga Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dinilai tak kompeten.
Sidang berlangsung alot lantaran dari tiga saksi yang hendak dihadirkan namun hanya dua saksi yang datang untk memberikan kesaksikan.
Dalam sidang itu, dari kedua saksi yang dihadirkan antara lain atas nama Suhardi mantan perangkat desa Tlajung Udik sejak tahun 2000 hingga menjabat Sekretaris Desa pada tahun 2018-2020 lalu. Adapun, saksi kedua yaitu mantan kepala Dusun (Kadus) Desa Tlajung Udik masa Bhakti 2015-2020, Dedi Mulyadi.
Keduanya dalam memberikan kesaksian di nilai banyak tidak mengetahui saat dilempar beberapa pertanyaan oleh penasehat hukum (PH) tergugat.
Menurut PH tergugat, Muhammad Suhud mengatakan, bila pihaknya mengharapkan untuk kualitas saksi yang dihadirkan oleh pihak penggugat yakni PT Ferry Sonneville itu ada perlawanan dari pihaknya. Akan tetapi kenyataannya, dirinya merasa sangat kecewa bahwa saksi kedua yang dihadirkan dalam sidang perdata ini dia (Saksi, red) tidak menguasai persoalan.
“Dia hanya mempertahankan kalau ini milik PT Ferry Sonneville seperti gugatan yang dilayangkan oleh perseroan terbatas tersebut, intinya legal standing yang diklaim oleh PT Ferry Sonneville dan saksi kedua itu sangat tidak kuat untuk diakui kebenarannya,” kata Suhud kepada Bogorupdate.com.
Ia melanjutkan, dari 10 hektare lahan yang diperkarakan oleh PT Ferry Sonneville sampai ke meja hijau, termasuk pengklaiman tanah seluas 1,5 milik clientnya itu yang masuk dalam perkara ini, saksi kedua saat dilempar pertanyaan mengaku banyak tidak mengetahui sama sekali titik-titik mana saja tanah yang diperkarakan termasuk objek tanah milik clientnya tersebut.
“Intinya, saksi kedua itu letaknya tidak tahu lahan client kami yang dianggap milik PT Ferry Sonneville tersebut maupun batas-batas tanah milik PT Ferry Sonneville yang terletak di wilayah Desa Tlajung Udik, Kecamatan Gunung Putri,” paparnya.
Menurut Suhud, dalam sidang mendengarkan kesaksian dari kedua saksi pihak penggugat, client dan dirinya masih memiliki harapan penuh akan menang dalam polemik sengketa lahan tersebut.
Mungkin juga, kata Suhud, hasil dari keterangan dari kedua saksi yang dihadirkan dalam persidangan itu, majelis hakim sudah dapat menyimpulkan, bahwasanya dari kedua saksi sangat tidak menguasai permasalahan sengketa lahan ini.
“Tapi saya tidak bisa menyimpulkan terhadap pendapat majelis hakim, tapi mungkin hakim bisa menyimpulkan hasil dari keterangan yang diberikan oleh kedua saksi tersebut sesuai fakta persidangan tadi,” imbuhnya.
“Adapun, dari beberapa pertanyaan yang diajukan oleh kedua majelis hakim terhadap kedua saksi tadi hakim juga ingin mengetahui, karena apa yang di presentasikan oleh kedua saksi itu terjawab dalam Posita maupun petitumnya. Tapi tidak terjawab oleh kedua saksi, saksi hanya menjawab tidak tahu, tidak tahu,” bebernya.
Lebih lanjut ia memaparkan, untuk langkah selanjutnya pihaknya menyerahkan keputusannya dari sidang perkara sengketa itu kepada majelis hakim yang di pimpin oleh hakim Zulkarnaen.
“Insya Allah, saya bukannya takabur juga semuanya kita pasrahkan sama majelis hakim, tapi kami yakin dengan presentasi yang kami lakukan selama persidangan, fakta persidangan maupun eksepsi kami yang berkaitan dengan ini insya Allah menang,” tegasnya.
Masih ditempat sama, Hj Komariah menambahkan, untuk kedua saksi yang dihadirkan oleh PT Ferry Sonneville dalam sidang perdata atas kepemilikan lahannya seluas 1,5 hektare yang diklaim oleh perusahaan tersebut, banyak tidak tahunya.
“Aneh, masa kedua saksi banyak tidak tahunya, malah kebanyakan paniknya saat memberikan kesaksian didepan majelis hakim maupun PH dari kami dan Kementerian ATR/BPN RI,” terangnya.
Terlebih, saat sebelum kedua orang yang dihadirkan oleh PT. Ferry Sonneville memberikan kesaksiannya itu dilakukan sumpah, tetapi saat dicecar pertanyaan dari PH pihaknya maupun dari PH kementerian ATR/BPN banyak menjawab tidak tahu dimana batas-batas dan sejak kapan PT. Ferry Sonneville menguasai lahan yang menjadi objek dalam perkara perdata saat ini.
“Banyak paniknya kalau saya cermati dari keterangan kedua saksi, padahal saksi pertama yang bernama Suhardi dia itu bekerja sebagai staf desa sejak tahun 2000 dan ditahun 2018 sampai 2020 menjabat sebagai sekdes Tlajung Udik. Dan saksi kedua bernama Deni Mulyadi yang pernah menjabat sebagai Kadus periode 2015-2020,” jelasnya.
Selain itu, sambung Hj Komariah, melihat dari tahun kelahiran kedua saksi yang hanya terpaut satu tahun yang lahir ditahun 1969 dan 1970 itu tidak mengetahui letak batas-batas yang dikuasai PT Ferry Sonneville, dan hanya mengetahui bahwa tanah yang diperkarakan seluas 10 hektare oleh perusahaan itu semuanya milik PT Ferry Sonneville.
“Masa banyak nggak tahunya, yang diketahui hanya milik PT Ferry Sonneville, tetapi saat dicecar pertanyaan oleh PH saya yakni pak Muhammad Suhud dan PH dari Kementerian ATR/BPN dimana saja batas-batas tanah, letak yang menjadi objek kepemilikan lahan yang diakui PT Ferry itu,” tegasnya.
Lebih jelas Komariah menegaskan, secara gamblang ia menyimpulkan bahwa tanah miliknya itu tidak sama sekali bersinggungan dengan lahan kepemilikan PT Ferry Sonneville.
“Nggak ada satupun Letter C yang saya miliki ini menyinggung milik tanah PT Sonneville itu. Masing-masing kepemilikan nya berbeda, kalau dia (PT, red) ini punya saya itu lahan punya mereka lantas dasar hukumnya apa, kalau saya kan jelas ada dan peta bidang yang dikeluarkan oleh Kantor BPN Perwakilan Bogor Timur. Tapi setelah dilakukan mediasi dan diberi kesempatan 14 hari kepada PT. FS untuk mengajukan permohonan sertipikat,” akunya.
Terpisah, PH Penggugat dari PT Ferry Sonneville, Nevi mengaku tidak dapat menyimpulkan hasil dari sidang perdata yang dilayangkan pihaknya itu.
“Tidak boleh menyimpulkan karena belum menjadi putusan yang ikhrah dari majelis hakim Pengadilan Negeri Cibinong Kelas IA,” singkatnya.
“Terus batas lahan yang saya punya juga kedua saksi ini tidak tahu, terus siapa yang melakukan pemagaran dilokasi juga tidak tahu. Aneh kan, semuanya engga tahu lantas mengapa mau dijadikan saksi oleh PT Ferry,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, Pengadilan Negeri (PN) Cibinong menggelar Sidang lapangan atas gugatan Perdata Nomor 204/PDT.G/2021/PN.Cbi, yang dilayangkan PT Ferry Sonneville (FS) terhadap Komariah Cs atas tuduhan penyerobotan lahan yang terletak di Desa Tlajung Udik, Kecamatan Gunung Putri, Jum’at (29/10/21).
Dalam sidang lapangan tersebut, turut dihadiri oleh tergugat Hj Komariah selaku pemilik lahan, PT FS selaku penggugat, Hakim Pengadilan Negeri Cibinong, Perwakilan Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bogor, serta Saksi yang terkait.
Kuasa Hukum Komariah CS, Mohammad Suhud mengatakan, Sidang lapangan kali ini pihaknya selaku tergugat menunjukan diminta oleh Hakim untuk batas batas tanah sesuai dengan bukti kepemilikan.
“Kita menunjukan bahwa barang siapa yang mendalilkan ini harus bisa menunjukan batas batasnya. Dari satu sisi kita bisa membuktikan batas kiri dan batas kanan hasil dari pengukuran sporadik ada siteplan. Jadi terhentinya permohonan sertipikat milik klien saya karena adanya gugatan dari PT FS,” paparnya saat mengikuti sidang lapangan.
Dia menambahkan, dari tuduhan dan laporan PT FS seluas 10 Hektar, pihaknya merasa heran lantaran luas tanah yang dimiliki oleh kliennya itu hanya 1,5 ketar saja. Namun karena adanya gugatan Perdata maka harus diikuti apa yang dipinta oleh Majelis Hakim, diantaranya bukti kepemilikan lahan yang sudah kita serahkan dan ditunjukan batas batas tanah.
“Objek perkara klien saya hanya ada 1,5 Hektar, sedangkan batas lahan milik klien kami di lokasi ada lagi dua kepemilikan lainnya, yakni Pak Abdul Rojat dan Sofyan semuanya ada 5 hektar sedangkan dalam gugatan 10 hektar jadi bias sekali. Kalau berdasarkan pengakuan mereka (PT FS, Red) memang diukur 10 hektar. Tapi fakta lapangan ini yang diperkarakan tanah kita hanya 1,5 hektar, keyakinan kita bahwa Hakim meyakinkan kita bisa tunjukan bukti,” katanya.