Scroll untuk baca artikel
HomeNewsPendidikan

Sekolah Tidak Wajib Terapkan Kurikulum Merdeka Belajar, Ini Alasannya

×

Sekolah Tidak Wajib Terapkan Kurikulum Merdeka Belajar, Ini Alasannya

Sebarkan artikel ini

Anggota Komisi X DPR RI Ferdiansyah. (Foto: Dok DPR).

Nasional, BogorUpdate.com – Anggota Komisi X DPR RI Ferdiansyah mendapat penegasan dari Sekretaris Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Suyadi Prawiro, bahwa sekolah-sekolah tidak wajib atau tidak dipaksakan untuk menerapkan atau melaksanakan Kurikulum Merdeka Belajar. Apalagi dalam tinjauan Ferdiansyah saat melakukan kunjungan ke salah satu sekolah di Bali, terdapat keluhan terkait kurikulum itu.

“Dalam kunjungan ini kami mendapat keluhan dari sekolah ini yang notabene merupakan sekolah yang cukup lengkap sarana prasarana dan gurunya, yakni terkait pelaksanaan Kurikulum merdeka belajar. Ini artinya apa? kurikulum tersebut masih menimbulkan banyak masalah di sekolah ini, serta di sekolah lainnya. Karena ini terjadi bukan hanya di sekolah ini saja, tapi juga di sekolah di daerah-daerah lainnya,” ujar Ferdiansyah, melansir situs DPR, Sabtu (17/2/23).

Namun, lanjutnya, dengan pernyataan Sekretaris BSKAP dari Kemendikbudristek tersebut, seolah kembali mengingatkan dan menegaskan bahwa sekolah tidak wajib melaksanakan Kurikulum Merdeka Belajar. Artinya jika sekolah itu tidak sanggup, diperbolehkan untuk tidak melaksanakan kurikulum tersebut.

Oleh karena itu, Politisi Fraksi Partai Golkar ini akan mensosialisasikan pernyataan dari BSKAP Kemendikbudristek tersebut ke daerah-daerah. Pasalnya, dalam prakteknya di lapangan, pihaknya banyak mendapat keluhan dari sekolah-sekolah yang mengaku diwajibkan untuk menjalankan Kurikulum tersebut.

Dijelaskan Ferdiansyah, sejatinya Komisi X DPR RI tidak alergi terhadap perubahan. Tapi, perubahan tersebut bukan sesuatu yang drastis, melainkan bertahap dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi Indonesia beserta seluruh aspek di dalamnya.

Hal itu disebabkan banyak daerah belum memiliki infrastruktur yang mendukung untuk sekolahnya menjalankan Kurikulum Merdeka Belajar tersebut. Seperti listrik dan jaringan internet yang memadai, fasilitas komputer dan laptop, serta kemampuan guru atau tenaga pendidik untuk menjalankan kurikulum tersebut.

“Sekali lagi ditegaskan, jangan jadikan guru dan siswa kelinci percobaan Kurikulum Merdeka Merdeka Belajar. Karena pada akhirnya masyarakat yang kurang paham akan menyalahkan guru atas kondisi tersebut,” tegasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *