Oscar Dany Susanto, ketua umum Komunitas Kritis Indonesia (KKI).
Kota Bogor, BogorUpdate.com
Masyarakat Kota Bogor terdampak atas dimatikannya aliran air Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Tirta Pakuan, akibat kelalaian pekerja PT KAI, pipa utama dengan diameter 1 meter pecah akibat terkena benda saat PT KAI mengerjakan proyek rel ganda Bogor-Sukabumi, yang melintasi kota Bogor. Akibatnya Butuh beberapa hari untuk memperbaikinya, dan terpaksa PDAM mematikan aliran air untuk masyarakat.
Menyikapi hal tersebut, ketua Komunitas Kritis Indonesia (KKI), Oscar Dany Susanto angkat bicara. Dirinya mengecam ulah PT KAI, dan menyebutkan masyarakat sangat terdampak atas kejadian itu.
“Saya melihat mobilitas masyarakat mencari air, ada yang membeli air isi ulang bergalon galon, ada yang minta air tetangga yang punya sumur, sampai antrean panjang,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Bogorupdate.com, Senin (19/7/21).
Oscar sapaan akrabnya itu menyebutkan masyarakat Indonesia memang hebat, tidak marah, tak protes, tetap sabar meski hidupnya sedang sulit akibat PPKM. “Apakah pemerintah peduli?. Kelihatan sekali pemerintah kok mengabaikan rakyat yang diam ya. Apakah pemerintah nggak sadar dalam kediaman masyarakat ada kegeraman, kemarahan, yang bisa sewaktu waktu meledak jika ada pemicunya. Lalu harusnya bagaimana sikap pemerintah?,” tanya nya.
“Ya, seharusnya dengan kesadaran sendiri pemerintah dalam hal ini Pemerintah Kota Bogor, Perumda Tirta Pakuan, dan PT KAI meminta maaf dan memberikan kompensasi kerugian, jangan seenaknya sendiri,” sambungnya.
Masih kata Oscar, harusnya Pemkot Bogor, PT KAI dan Perumda Tirta Pakuan membantu masyarakat pelanggan yang terdampak itu. “Sambil sedekah membantu rakyat susah, mereka harus memberi Bantuan Sosial akibat kelalaian ini, misalnya beri bantuan beras, lauk pauk, atau minyak. Ingat, masyarakat tidak gratis mendapatkan air, mereka harus bayar, yang jika terlambat diancam bahkan diputus saluran airnya,” tegasnya.
Lanjut, Oscar meminta ketidakadilan ini seharusnya sudah mulai di kurangi sebagai wujud pemerintah yang beradab dan berakhlak mulia. “Rakyat menunggu kesadaran pemerintah untuk berpihak kepada kepentingan dan penderitaan rakyat,” pungkasnya. (BU)