HomeLifestyleNews

Langkah Langkah Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian di Indonesia

Oleh : Dewa Putra Perdana
Program Studi Agribisnis, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
No HP: 085155411342
E-Mail : dewa.putraperdana21@mhs.uinjkt.ac.id

(https://distan.bulelengkab.go.id/public/uploads/konten/pertanian-dihajar-alih-fungsi-lahan-99.jpg)

Lifestyle, BogorUpdate.com – Indonesia merupakan negara agraris terbesar di dunia, yang dimana pertanian menjadi basis utama dalam hal perekonomian nasional. Adapun sebagian besar masyarakat Indonesia masih menggantungkan hidupnya pada sektor sektor pertanian. Sektor pertanian telah memberikan sumbangan besar terhadap pembangunan nasional, seperti peningkatan ketahan pangan nasional, peningkatan pendapatan masyarakat, penyerapan tenaga kerja dan sebagai penambah dari perolehan devisa melalui kegiatan ekspor dan impor.

Indonesia pada saat ini sedang menghadapi pembangunan yang kian pesat, yang dimana akan menambah suatu persoalan nantinya, disisi lain sektor pertanian masih banyak persoalan besar yang harus cepat diselesaikan, salah satunya adalah permasalahan alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian yang dimana pada saat ini terus mengalami peningkatan. Alih fungsi lahan pertanian adalah berubahnya satu penggunaan lahan ke penggunaan lahan lainnya (Utomo, 2009).

Banyak sekali faktor faktor yang mempengaruhi terjadinya alih fungsi lahan ini, baik faktor internal maupun eksternal, sebenarnya alih fungsi lahan pertanian di Indonesia ini bukan masalah yang baru. Namun, sejalan dengan adanya peningkatan peningkatan jumlah penduduk yang terjadi, serta meningkatnya kebutuhan infrastruktur, seperti pembangunan jalan, perumahan, industri atau pabrik, gedung gedung perkantoran dan lain lainnya. Pembangunan pembangunan ini menyebabkan kebutuhan akan lahan terus meningkat.

Adapun pertumbuhan ekonomi yang kian hari makin tinggi, ini menyebabkan pertumbuhan semakin cepat di beberapa sektor ekonomi. Pertumbuhan tersebut juga membutuhkan lahan lahan yang lebih luas, sehingga menyebabkan peningkatan kebutuhan lahan yang lebih luas juga, sehingga terjadi peningkatan kebutuhan lahan untuk pembangunan. Namun, ketersediaan lahan itu relatif tetap dan menyebabkan persaingan dalam hal pemanfaatan suatu lahan. Adapun, kebanyakan lahan lahan yang dialihfungsikan adalah lahan lahan pertanian yang disewa atau Land Rent. Sewa lahan pertanian atau Land Rent mengandung pengertian nilai ekonomi yang diperoleh oleh suatu bidang lahan dan bilamana lahan tersebut digunakan untuk kegiatan proses produksi (Barlowe, 2009). Sedangkan permasalahan alih fungsi lahan pertanian merupakan dampak dari transformasi struktur ekonomi dari pertanian ke industri, dan demografi yang pada akhirnya mendorong transformasi sumberdaya lahan dari pertanian ke non-pertanian (Supriyadi, 2004).

Cepatnya laju alih fungsi lahan pertanian menjadi non-pertanian dapat mempengaruhi kinerja pada sektor sektor pertanian. Alih fungsi lahan pertanian secara langsung menurunkan luas lahan untuk kegiatan produksi pangan, sehingga sangat berpengaruh terhadap penyediaan pangan lokal maupun nasional. Alih fungsi lahan pertanian sangat marak terjadi di kawasan Pantai Utara Pulau Jawa. Di sisi lain, masyarakat kehilangan tanah pertanian dan diikuti juga dengan hilangnya mata pencaharian yang dapat menimbulkan terjadinya permasalahan pengangguran, dan pada akhirnya akan memicu permasalahan sosial. Adapun kita tahu bahwa petani petani tradisional yang berada di desa pada umumnya tidak memiliki latar belakang pendidikan formal dan yang memadai, sehingga para petani belum siap jika memasuki lapangan kerja non-pertanian setelah kehilangan tanah pertaniannya. Dengan demikian, alih fungsi lahan pertanian ini menyebabkan hilangnya investasi infrastruktur pertanian yang dimana menelan biaya pembangunan yang sangat tinggi dan sebagian dari investasi tersebut diperoleh dari hasil pinjaman luar negeri yang dimana masih sepenuhnya belum terbayar, sehingga terjadinya pemborosan keuangan negara.

Selanjutnya ada juga faktor faktor yang mendorong terjadinya alih fungsi lahan pertanian menjadi non-pertanian, faktor yang pertama adalah Faktor Kependudukan, karena pesatnya peningkatan jumlah penduduk yang telah meningkatkan permintaan tanah untuk rumahnya, jasa, industri dan fasilitas umum lainnya. Adapun selain itu, meningkatnya taraf hidup masyarakat juga turut menciptakan permintaan lahan untuk intensitas kegiatan masyarakat, seperti pusat perbelanjaan, jalan tol, lapangan golf dan sarana lainnya. Selanjutnya faktor yang kedua yaitu Faktor Ekonomi, dikarenakan tingginya Land Rent yang diperoleh dari aktivitas sektor non-pertanian dibandingkan sektor pertanian. Adapun rendahnya insentif untuk berusaha tani disebabkan juga oleh tingginya biaya produksi, sementara hasil pertanian relatif rendah dan berfluktuasi. Selanjutnya faktor yang ketiga adalah Faktor Sosial Budaya, karena keberadaan hukum waris yang dimana menyebabkan terfragmentasinya tanah pertanian, sehingga tidak memenuhi batas minimum skala ekonomi usaha yang menguntungkan. Adapun yang lainnya yaitu, Adanya Degradasi Lingkungan, dikarenakan adanya kemarau panjang yang menimbulkan kekurangan air untuk pertanian, terutama sawah. Adapun penggunaan pupuk dan pestisida secara berlebihan yang akan berdampak pada serangan hama tertentu dan mengakibatkan musnahnya predator alami dari hama yang bersangkutan dan menyebabkan pencemaran air dan rusaknya lingkungan lahan sawah di sekitarnya. Selanjutnya yaitu Otonomi Daerah, dikarenakan otonomi daerah lebih mengutamakan pembangunan pada sektor yang menjanjikan keuntungan jangka pendek lebih tinggi guna meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang dimana kurang memperhatikan kepentingan jangka panjang dan kepentingan nasional yang sebenarnya lebih penting bagi masyarakat secara keseluruhan. Adapun berikutnya yaitu Lemahnya Sistem Perundang Undangan dan Penegakan Hukum, kewajiban untuk memelihara tanah, termasuk juga menambah kesuburan dan mencegah kerusakan sebenarnya sudah ada dalam Pasal 15 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960, tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria, yang dilengkapi juga dengan saksi pidana yang sebagaimana tercantum dalam Pasal 52 Ayat (1) Undang Undang Undang Pokok Agraria. Namun, sangat disayangkan sekali penegakan hukum dari ketentuan ini masih belum terlaksana sebagaimana mestinya.

Adapun selanjutnya adalah langkah langkah yang harus dilakukan dalam rangka perlindungan dan pengendalian lahan pertanian, yang pertama adalah Memperkecil Peluang Terjadinya Alih Fungsi Lahan Pertanian, dalam rangka memperkecil peluang terjadinya alih fungsi lahan pertanian dapat dilihat dari 2 sisi, yaitu sisi penawaran dan sisi permintaan. Dari sisi penawaran dapat berupa insentif kepada pemilik sawah yang berpotensi dirubah. Tetapi, kalau dari sisi permintaan pengendalian sawah dapat ditempuh melalui hal hal seperti mengembangkan pajak tanah yang progresif, meningkatkan efisiensi kebutuhan lahan untuk non-pertanian sehingga tidak adanya lahan yang terlantar dan mengembangkan prinsip hemat lahan untuk industri, perumahan dan perdagangan. Selanjutnya yang kedua adalah Mengendalikan Kegiatan Alih Fungsi Lahan, dengan membatasi alih fungsi lahan sawah yang dimana lahan tersebut memiliki produktivitas yang tinggi, menyerap tenaga kerja yang tinggi, dan mempunyai fungsi lingkungan yang tinggi, mengarahkan kegiatan alih fungsi lahan pertanian untuk pembangunan kawasan industri, perdagangan dan perumahan pada kawasan kawasan yang dinilai kurang produktif, membatasi luas lahan yang dapat dialihfungsikan di setiap kabupaten atau kota yang mengacu pada kemampuan pengadaan pangan secara mandiri dan menetapkan kawasan pangan abadi yang tidak boleh dialihfungsikan, yaitu dengan cara pemberian insentif bagi pemilik lahan dan pemerintah setempat. Selanjutnya yang terakhir ada beberapa Instrumen Pengendalian Alih Fungsi Lahan, instrumen yang dapat digunakan untuk perlindungan dan pengendalian alih fungsi lahan pertanian adalah melalui Instrumen Yuridis, yaitu berupa peraturan perundangan undangan yang mengikat dengan ketentuan ketentuan sanksi yang memadai, instrumen insentif dan disinsentif bagi pemilik lahan dan pemerintah daerah setempat, pengalokasian dana dekonsentrasi untuk mendorong pemerintah daerah dalam mengendalikan alih fungsi lahan pertanian dan Instrumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan perizinan lokasi.

Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa alih fungsi lahan pertanian ke non-pertanian itu dipengaruhi oleh pesatnya proyek proyek pembangunan yang banyak sekali memakan lahan, sehingga lahan yang seharusnya menjadi sumber penghasilan para petani, sekarang semakin menipis dan banyak lagi faktor faktor yang mempengaruhinya. Adapun langkah langkah penting yang harus kita lakukan demi menjaga lahan pertanian agar tidak dialih fungsikan menjadi lahan non-pertanian, sehingga para petani merasakan kesejahteraan.

Exit mobile version