Bogor RayaHomeNews

Kekuasaan Semata Wayang

Oleh : Saiful Kurniana
Warga Kabupaten Bogor

Opini, BogorUpdate.com – Melintas di jalan raya Bojonggede untuk saat ini lebih banyak krodit. Hampir setiap saat, kendaraan roda empat berderet susah bergerak karena jalanannya sempit. Kondisi seperti itu bahkan membuat motor tidak bisa bergerak.

Ya, antrian kendaraan sulit terurai karena jalanan utama di kawasan ini melalui lintasan rel kereta api listrik (KRL). Mobilisasinya tinggi khususnya di jam berangkat dan pulang kerja.

Kalau antrian kendaraan ini jumlahnya 120 mobil dan motor kiri kanan, coba kita hitung cepat perkiraan kerugian paling minimal, kalkulasinya 120 mobil dan motor harus menguras satu liter BBM seharga Rp 10 ribu dengan kemacetan sekitar dua kilometer, maka akumulasi pemborosan BBM akibat kemacetan ini mencapai Rp 430 juta per tahun.

Kemacetan di kawasan ini telah terjadi bertahun-tahun tanpa solusi. Kerugian materiil jadi salah satu dari beberapa kerugian yang dirasakan masyarakat luas. Rugi waktu dan kerugian lain yang harusnya di lihat pemerintah daerah.

Dan kenapa harus lintasan rel jalan raya Bojonggede, sebenarnya ada prospektif yang harus di lihat penguasa sehingga jalanan ini harus beres dan clear.

Yang paling mendasar, pertigaan Bambu kuning berikut jalan-jalan sekitarnya menjadi pusat penghubung dan jalur mobilisasi masyarakat yang ada di Utara Kabupaten Bogor menuju Cibinong atau sebaliknya. Kegiatan ekonomi dan mobilisasi untuk keperluan lain ternyata sangat tinggi dan itu bisa terlihat dari tingginya jumlah kendaraan yang melintas di kawasan jalan raya tersebut.

Berikutnya, penataan kawasan Bambu Kuning tidak bisa berhenti hanya membangun taman, sebab efektivitas APBD adalah menjadi solusi kebutuhan masyarakat yang paling primer, yakni kelancaran aktivitas ekonomi salah satunya dengan mempeluas infrastruktur jalan yang terkoneksi.

Dengan dua hal ini saja jadi miris, kalau belakangan kita mendengar alokasi anggaran untuk pengembangan jalan wilayah Bambu Kuning di batalkan. Sebab ada ekspektasi tinggi kalau rencana ini berwujud akan ada jalan penghubung kawasan Cibinong ke arah Bogor Utara. Dan itu jalan penghubung yang baru untuk memecah konsentrasi lalu lintas kendaraan yang telah ada.

Ukurannya politik anggaran dan kemauan penguasa untuk berpihak hanya kepada rakyat yang membayar semua keperluannya dengan membayar pajak.

Dengan begitu kebijakan tidak bisa kontraproduktif hanya berdasar senang atau tidak senang untuk mengalokasikan APBD yang memang diperlukan oleh masyarakat luas.

Ditahun ini ada belasan proyek infrastruktur di Dinas PUPR yang kabarnya juga terancam mandek. Belasan proyek ini berpotensi batal dikerjakan sebab pengusaha yang menang lelang, enggan meneruskan ke tahap lanjutan.

Ironisnya, pemenang lelang yang menurunkan penawaran, belakangan juga berhitung potensi kerugian kalau proyek yang didapat sudah kehilangan nilai kontrak 10 sampai 15 persen sebelum proyek dikerjakan.

Kenapa, di tekhnis lelang tidak ada intervensi kebijakan dari Dinas terkait untuk melakukan screening proporsional, setidaknya untuk mencegah terjadinya penyimpangan kalau anggaran proyek berkurang jauh untuk target spesifikasi proyek itu sendiri.

Layaknya lalat hijau, sebagian pengusaha cuma menggerutu menyikapi kebijakan pemerintah daerah. Dan kalau benar proyek ini gagal di kerjakan, berapa banyak manfaat yang mestinya bisa di rasakan masyarakat.

Lagi-lagi kita hanya mengelus dada. Politik anggaran masih sering tidak efektif. Dan kalau Iwan Setiawan hanya semata wayang mengendalikan kekuasaan, kita berpikirnya simpel saja, Iwan punya keleluasaan untuk mengelola dana rakyat sekaligus mengembalikannya hanya untuk kepentingan rakyat. Salam

Exit mobile version