Foto Gedung DPRD Kota Bogor
Kota Bogor, BogorUpdate.com
Korps Alumni HMI (KAHMI) tantang DPRD Kota Bogor untuk bentuk Panitia Khusus (Pansus) baru untuk menguak pengelolaan anggaran Perusahaan Daerah Jasa Transportasi (PDJT).
Hal ini seiring dengan action Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bogor yang tengah menggarap kasus dugaan korupsi di perusahaan transportasi plat merah itu.
Dorongan itu muncul bukan tanpa alasan, tetapi karena Badan Musyawarah (Bamus) memilih memending pengesahan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) perubahan status dari Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) menjadi Perusahaan Umum Daerah (Perumda).
Alasannya, untuk mengesahkan Raperda itu, DPRD sedang meminta Legal Opinion (LO) kembali ke Kejari Kota Bogor, setelah sebelumnya mendapatkan LO dari Kejaksaan Tinggi Jawa Barat (Kejati Jabar).
Menyikapi hal itu, Anggota Bamus DPRD, Akhmad Saeful Bakhri mengaku setuju dengan usulan KAHMI tersebut. “Dengan adanya pansus itu nantinya akan membuat penasaran wakil rakyat terhadap pengelolaan anggaran PDJT menjadi terang benderang,” kata ASB, Kamis (27/10/21).
Gus M sapaan akrabnya mengaku sangat setuju jika ada pansus baru untuk membahas mengenai hal tersebut. Sebab, selama ini dewan masih ada yang khawatir bila kasus hukum yang tengah berjalan berimplikasi terhadap pengesahan raperda tersebut. “Padahal, itu sesuatu yang berbeda,” ujarnya
Namun, kata dia, pembentukan pansus tersebut harus terlebih dahulu diusulkan oleh Komisi II sebagai leading sector yang membidangi perusahaan pelat merah di ‘Kota Hujan’.
“Kalau Bamus sifatnya hanya menunggu usulan dari komisi terkait. Tetapi tentu saja masukan ini, akan saya bawa ke fraksi untuk dibahas. Sebab, di Komisi II ada perwakilan dari fraksi kami,” jelasnya.
Dia juga mengatakan, pembentukan pansus tersebut bisa mengetahui apakah selama ini operator bus Transpakuan itu telah dikelola secara profesional sejak perusahaan itu berdiri. “Jadi kan jelas, apakah ini dikelola profesional atau seperti apa,” ungkapnya.
Sementara itu, Anggota Pansus PDJT, Endah Purwanti mengatakan bahwa permasalahan hukum yang kini tengah mendera PDJT akibat kroditnya pengelolaan anggaran. “Kalau yang cermati itu,” tegasnya.
Sebenarnya, kata Endah, dalam Naskah Akademik (NA) Raperda PDJT telah dibahas mengenai laporan penggunaan keuangan Rp5,5 miliar.
“Memang kalau untuk buat pansus baru memungkinkan saja. Tinggal Komisi II mengusulkan, sebab anggaran yang digunakan PDJT berasal dari uang rakyat dan mesti dipertanggung jawabkan,” jelas Politisi PKS itu.
Dia mengaku, secara pribadi ketika adanya saran tersebut sah-sah saja sesuai fungsi pengawasan. Hanya saja tinggal menempuh secara prosedural ke Bamus dan ke pimpinan DPRD.
Sebelumnya, Pengurus Bidang Pembangunan Daerah Korp Alumni HMI (HMI) Bogor, Dwi Arsywendo mempertanyakan langkah DPRD kembali meminta LO dari Kejari Kota Bogor, setelah sebelumnya sudah mendapat LO dari Kejati Jabar. “Koq minta LO lagi? Kan sudah ada,” kata Dwi.
Dijelaskannya, kalau alasannya saat ini sedang ada kasus hukum, itu kan hal berbeda. Sebab, setahu dirinya bahwa raperda hanya soal perubahan nama sesuai amanat UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
“Itu tentang pendirian BUMD terdiri dari Perusahaan Umum Daerah dan Perusahaan Perseroan Daerah. Sedangkan yang digarap kejaksaan itu soal pengelolaan keuangan,” jelasnya.
Dwi menegaskan, apabila DPRD merasa perlu untuk mengetahui secara mendetail mengenai pengelolaan Penyertaan Modal Pemerintah (PMP) hingga penggunaan dana penyehatan sebesar Rp5,5 miliar, sebaiknya DPRD membuat pansus baru yang menguliti soal hal itu.
“Lebih baik dewan buat pansus baru soal pengelolaan anggaran PDJT hingga menyebabkan perusahaan pelat merah itu, mati segan hidup tak mau. Sebab, perubahan status sendiri itu amanat undang-undang,” tuturnya.
Pria yang juga advokat pada kantor hukum Arsywendo & Partner itu menegaskan, pansus untuk menguliti pengelolaan anggaran PDJT diperlukan untuk mengetahui penggunaan dana PMP dan penyehatan selama PDJT berdiri hingga terseok-seok seperti saat ini.
“Yang bermasalah itu kan pengelolaan anggarannya yang sekarang ditangani kejaksaan. Mestinya dewan fokus meminta pertanggung jawaban. Kalau menahan pengesahan raperda perubahan status, ya nggak nyambung,” ungkapnya.
Dwi menilai bahwa perubahan status PDJT dari BUMD menjadi perumda merupakan bentuk itikad baik Pemkot Bogor untuk kembali menggeliatkan operator Transpakuan. “Sebenarnya ini upaya yang baik dalam menata transportasi, seharusnya ini mendapat dukungan semua pihak,” tandas dia.