Bandung, BogorUpdate.com – Tenaga Ahli DPR RI sekaligus Pendiri dan Pembina Jabar Bantuan Hukum (JBH), Debi Agusfriansa, menyikapi pernyataan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifatul Choiri Fauzi, yang menyebutkan pada tahun 2025 ini tidak memiliki program anggaran.
Respon kritik tersebut usai dirinya melakukan rapat penyampaian pendapat yang dilakukan di Jakarta, pada Kamis 13 Febuari 2025.
Menurut Debi Agusfriansa, tidak adanya progam anggaran yang akan diputuskan oleh pemerintah itu berbanding terbalik dengan saat ini banyaknya masalah yang menimpa perempuan dan anak menjadi trending di Indonesia, dengan beragam permasalahan hukum yang kompleks bahkan kian miris.
“Ada kasus anak yang dijual, perempuan di rudapaksa, ada anak SD yang dibully hingga meninggal. Ada perempuan yang mengalami pengancaman hingga depresi, ada pula yang mengalami tindakan kekerasan seksual,” kata Deby, Jumat (14/2/25).
Lantas, lanjut Debi Agusfriansa, undang undang mau di apakan jika tidak dilaksanakan. Seperti contoh dalam pernyataaan Menteri PPA tidak adanya layanan rehabilitasi, pendampingan dan penjangkauan.
Sedangkan, kata Debi, di kasus kasus itu sangat diperlukan rehabilitasi serta pendampingan hukum bahkan penjangkauan agar adanya pemerataan.
Debi Agusfriansa menyayangkan jika betul anggaran progam Menteri PPA di tiadakan, akan menjadi masalah serius bagi perempuan dan anak di Indonesia.
“Hadirnya negara untuk masyarakat melalui program kerja, ini malah ditiadakan, kan miris,” katanya.
Padahal kata dia, Jabar Bantuan Hukum sebagai lembaga sosial yang bukan lembaga negara hadir untuk masyarakat. Pihaknya memiliki program demi keberpihakan kepada masyarakat.
Program yang dimaksud adalah sektor pendidikan, dimana dalam rangka memberikan edukasi pencegahan kasus hukum, konsultasi hukum serta pendampingan hukum. Semua itu diberikan pelayanan secara gratis bagi masyarakat khususnya di Jawa Barat.
“Walaupun kami wilayah kerjanya di Jawa Barat juga sumber anggaran bersifat independen serta terbatas, akan tetapi banyak masyarakat diluar Jawa Barat yang mengadu kepada kami,” ucapnya.
Sementara aduan yang sudah masuk sebanyak 489 kasus selama kurun waktu satu tahun. Ini artinya, tambah Debi, masyarakat menaruh harapan dan kepercayaan kepada Jabar Bantuan Hukum.
Dalam penanganan kasus perlu adanya kolaborasi. Dimana Jabar Bantuan Hukum sebagai lembaga non pemerintah tidak bisa bekerja sendirian, ketika masyarakat mengadukan kasus yang dialaminya.
“Pihak kami bukan hanya memberikkan pelayanan hukum tapi segi rehabilitasi dan itu sangat penting,”ujarnya.
Dijelaskannya, saat ini pemerintah melalui Kementerian PPA meniadakan yang rehabilitasi bagi Perempuan dan anak yang mengalami masalah.
“Ini kan lucu juga. Baru kali ini saya rasa Kementerian PPA tidak ada program kerja untuk masyarakat,” cetusnya.
Dia mendesak, Presiden Prabowo Subianto segera lebih memperhatikan kondisi yang dialami di lapangan, nyatanya bantuan hukum dan rehabilitasi bagi perempuan dan anak tidak bisa dilakukan secara independen tapi butuh kolaborasi dengan pemerintah.
“Kami meminta kepada pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk lebih memperhatikan nasib perempuan dan anak yang kian tinggi mengalami permasalahan hukum nan kompleks,”katanya.
“Di sini kami tegaskan, kami akan terus membantu pemerintah tetapi kami tidak bisa bekerja sendiri sendiri. Perlu dukungan pemerintah terkait rehabilitas dan keberlangsungan korban pasca kejadian yang dialami oleh korban. Dan itu sangat penting,” pungkasnya. (Ham)