Ketua komisi 1 DPRD Kabupaten Bogor, Usep Supratman
Cibinong, BogorUpdate.com – Ketua komisi 1 DPRD Kabupaten Bogor, Usep Supratman merespon baik keluhan warganya terkait mahalnya biaya perizinan di beberapa instansi yang ada di lingkup Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor.
Usep Supratman menyebut, dengan adanya Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang telah disahkan oleh Presiden Joko Widodo di tahun 2022 lalu itu, sedikit membuat pengusaha menjadi teriak. Pasalnya, dalam pengurusan perizinan yang dikeluhkan warganya kini pengurusannya harus melalui pihak ketiga atau konsultan.
“Misalnya seperti pengurusan izin Peil Banjir, Siteplan yang berada di Dinas PUPR Kabupaten Bogor. Sekarang itu kan yang membuat kajiannya harus sudah terlisensi dan terdaftar sebagai konsultan, sekarang kita tahu bahwa yang terdaftar hanya beberapa saja jumlahnya,” ujar Usep kepada Bogorupdate.com saat dihubungi melalui sambungan telepon selular, Kamis (5/1/23) malam.
Menurutnya, mahalnya biaya pengurusan perizinan tersebut disebabkan karena harus melalui pihak ketiga.
“Itu lah yang menjadi permasalahannya, dan menjadi komplain kami di komisi 1 DPRD Kabupaten Bogor,” tegas Usep.
Bagi politisi PPP ini, perihal itu kini harus menjadi perhatian oleh pemerintah daerah hingga pusat, untuk menekan mahalnya biaya pengurusan perizinan melalui pihak ketiga.
“Itu lah yang menjadi komplain kita, dan ini harus juga ada solusinya,” bebernya.
Ia menjelaskan, meski biaya permohonan pengurusan perizinan yang di minta konsultan terbilang sangat besar dan sangat memberatkan bagi para pengusaha selaku pihak pemohon, akan tetapi Pemasukan Asli Daerah (PAD) ke Pemkab Bogor khususnya terbilang sangat kecil.
“PAD nya ke kita kecil, tapi saat minta biaya ke pemohon sangat besar dan hal ini terkesan memperkaya pihak ketiga, juga ini lah yang harus menjadi kajian kita maupun stakeholder terkait,” tutur Usep.
Usep juga mengaku, pihaknya sudah beberapa kali meminta kepada dinas terkait agar dapat mengadopsi atau mensiasati persoalan ini, seperti yang berada di pemerintahan daerah Tangerang Selatan (Pemda Tangsel), Provinsi Banten.
Dimana, kata Usep, Pemda Tangsel sendiri kini telah mendaftarkan beberapa stafnya untuk memperoleh sertifikasi pengurusan perizinan seperti Andalalin, dan SLF tersebut.
“Yang saya minta menyangkut hal ini yakni kepada pihak DPKPP Kabupaten Bogor. Mereka saya minta agar dapat memberi terobosan baru untuk mendaftarkan beberapa stafnya ke kementerian terkait, agar kedepannya bisa membuat kajian selayaknya pihak ketiga. Jadi kedepannya, tanpa lagi harus mengurus kajiannya melalui pihak ketiga lagi, jadi biaya yang dikeluarkan oleh pemohon juga tidak lagi memberatkan mereka,” imbuhnya.
“Begitu juga saya sampaikan agar pihak Dishub bisa memberikan terobosan yang sama untuk mendaftarkan stafnya agar bisa membuat kajian Andalalin bagi para pemohonnya yang datang. Karena kita ketahui ngurus melalui pihak ketiga itu sudah mahal lambat lagi kerjanya,” tambahnya sembari menegaskan.
Ia juga menyimpulkan, terkait perizinan yang sejak dulu diterapkan melalui pelayanan terpadu satu pintu itu, kini harus menjadi terpadu dan satu pintu benar-benar.
“Maksud saya, perizinan yang dimaksud terpadu ini harus segera terpadu satu pintu. Jangan pintu tapi banyak jendela, ini lah yang di Kabupaten Bogor saya dengar terus keluhan tersebut. Seperti di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), tapi kenyataan tidak, karena masih banyak yang diurus di instansi lain seperti di DPKPP, DLH, Dinas PUPR, maupun Dishub mereka masing-masing punya jendela sendiri untuk permohonan pengurusan perizinan,” tegasnya lagi.
Lebih jauh Usep memaparkan, mahalnya biaya perizinan yang dirasakan bagi para pengusaha sebagai pihak pemohon, dikarenakan banyaknya perizinan yang harus ditempuh di beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
“Kemudian, perizinan yang dipihak ketigakan. Itu mah terselubung kalau menurut saya lah, nggak apa-apa kalau disebut begitu juga. Karena masuk ke PAD nya kecil, tapi ke merekanya (pihak ketiga, red) nilainya mulai dari puluhan hingga ratusan juta rupiah seperti yang dikeluhkan oleh masyarakat melalui tulisan Status WhatsAppnya (SW),” tukas Usep sembari menutupi.
Sebelumnya, Salah satu warga Kabupaten Bogor mengeluhkan mahalnya biaya pengurusan perizinan yang dituangkannya melalui status WhatsApp (SW) pada, Kamis (5/1/23).
Dalam tulisan SW nya itu sumber mengatakan, bahwa harga perlengkapan perizinan non retribusi mulai dari, Analisis Dampak Lalu lintas (Andalalin) di Dishub Kabupaten Bogor mulai dari Rp50 sampai 300 juta rupiah. Sedangkan, untuk biaya pengurusan Izin Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL/UPL) di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bogor yang harganya dari Rp35 sampai 50 juta rupiah. Sementara, untuk biaya pengurusan izin Sertifikat Laik Fungsi (SLF) di Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan (DPKPP) Kabupaten Bogor mulai dari 25 juta rupiah sampai Rp250 juta, serta urusan biaya izin Ruang Milik Jalan (Rumija) di Dinas PUPR Kabupaten Bogor sendiri dari nilai Rp15 juta hingga mencapai Rp25 juta, dan pengurusan izin Peil Banjir di Dinas PUPR Kabupaten Bogor itu mulai dari Rp15 juta sampai 25 juta rupiah.
Adapun, dituliskan sumber yang enggan disebutkan namanya menambahkan, soal biaya pengurusan perizinan yang dipaparkan dalam SW tersebut belum lagi rekomendasi-rekomendasi yang lainnya berada di bawah, atau tingkat kelurahan dan Kecamatan.
“Ini yang mengakibatkan biaya awak perusahaan bengkak dan susah untuk di pertanggung jawabkan. Serta masih banyak lagi yang harus di tembus dan memerlukan biaya besar,” tulis sumber yang dikutip Bogorupdate.com dalam SW nya, pada Kamis (5/1/23).