Bogor RayaHomeNewsPemerintahan

Harta Kekayaan Sekda Kota Bogor Mencurigakan, Yusfitriadi: Jadi Entri Point Bersih-Bersih Pejabat Koruptif

Pengamat Politik dan Kebijakan Publik, Yusfitriadi

Cibinong, BogorUpdate.com – Terkuaknya kasus Rafael Alun Trisambodo semakin memperjelas bahwa berbagai instrumen Negara yang terkait pengawasan dan penegakan hukum tidak berjalan.

Sehingga bukan tidak mungkin para pejabat di Kabupaten atau Kota Bogor pun banyak yang Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) nya mencurigakan.

Kali ini, Pengamat Politik dan Kebijakan Publik, Yusfitriadi mengendus adanya kekayaan yang tidak wajar dari pejabat Pemkot Bogor. Salah satunya ialah Sekda Kota Bogor, Syarifah Sofiah.

Yusfiriadi menyebut, Syarifah hanya satu orang dari jumlah pejabat negara di Kota Bogor yang bagi saya mempunyai kekayaan yang mencurigakan. Walaupun bisa jadi setelah ditelusuri bersumber dari aktifitas yang tidak melawan hukum.

“Namun kecurigaan sudah pasti, karena tidak seimbang dan linier dengan penghasilanya selama menjadi ASN. Bahkan mungkin saja lebih dari itu harta kekayaanya, karena presedent Rafael, di indikasikan kekayaan yang tidak dilaporkan melalui LHKPN jauh lebih besar,” tegas Yusfitriadi kepada BogorUpdate.com, Kamis (9/3/23).

Selain Syarifah, lanjut Kang Yus sapaan akrabnya itu, Wali kota Bogor Bima Arya pun sangat mungkin kekayaannya tidak seperti yang tertera di LHKPN. Karena kepemilikan kekayaan diatasnamakan orang lain sudah bukan menjadi rahasia lagi.

“Selama peran-peran pengawas dan penegakan hukum tidak berfungsi maka kondisi tersebut akan selalu terjadi,” bebernya.

Oleh karena itu, langkah yang harus dilakukan untuk mengurai permasalahan itu diantaranya, seluruh instansi menyisir tentang kepatuhan melaporkan LHKPN. Ketika ada ASN yang tidak patuh melaporkan, maka jelas ada modus jahat disana dan layak diberikan sanksi tegas. Kedua, memeriksa kelayakan.

“Tentu saja KPK harus menelisik terkait substantif LHKPN, dan ketika ada LHKPN yang mencurigakan, maka segera ditelusuri sumber kekayaanya, termasuk ibu Sekda Kota Bogor,” pintanya.

Jika kecurigaan itu terbukti, beber Kang Yus, sudah bisa dipastikan kontrol PPATK, OJK, Perpajakan dan kementerian keuangan sangat tidak berfungsi dengan baik. Bahkan sangat mungkin perangkat-perangkat itupun berada di lingkaran setan pemukatan jahat tersebut.

“Termasuk KPK, yang hanya melihat hanya sebagai bentuk kepatuhan administrasi, namun tidak melihat LHKPN tersebut sebagai substantif. Kita sepakat, ketika ASN mempunyai kekayaan yang tidak sesuai dengan estimasi numerasinya bukan berarti dia berperilaku korup,” ujarnya.

Maka dari itu, penelusuran hasil kekayaan harus dimulai dari elit. Pejabat negara seperti menteri dan seluruh ASN kementeriannya, pimpinan KPK dan jajarannya, kepolisian dan tentara, kelembagaan peradilan dan seluruh kepala daerah beserta jajarannya, termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk disisir baik tingkat kepatuhan menyerahkan LHKPN secara reguler, maupun menyisir LHKPN yang mencurigakan.

“Ketika ada yang mencurigakan maka, wajib hukumnya bagi lembaga yang berkompeten untuk menelusurinya sampai tuntas,” tegasnya lagi.

Dengan terbongkarnya kasus Rafael Alun, maka terbongkar juga kotak pandora perilaku koruptif dikalangan pejabat elit. “Makanya harus “berterima kasih” kepada Mario Dandy Satriyo anaknya Rafael Alun yang telah membuka kotak pandora perilaku koruptif di jajaran ASN,” tandasnya.

Exit mobile version