Scroll untuk baca artikel
Bogor RayaHomeNewsPemerintahan

Harga Beras Naik, Harga Gabah Kian Melorot, Petani di Jonggol Menjerit!

×

Harga Beras Naik, Harga Gabah Kian Melorot, Petani di Jonggol Menjerit!

Sebarkan artikel ini

Jonggol, BogorUpdate.com – Alih-alih akan menikmati manisnya kala harga beras naik, sejumlah petani di Desa Jonggol, Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor, justru malah meringis. Betapa tidak, harga gabah yang semestinya ikut terdongkrak, malah kian melorot.

Sepekan lalu harga gabah basah dari petani dijual hingga mencapai 550 ribu rupiah per kwintalnya, hingga jum’at pagi harganya turun menjadi 530 ribu rupiah per kwintalnya.

Menurut Sujaing seorang petani padi mengatakan, para petani pun mengaku heran saat kenaikan harga beras disebut, minimnya stok hingga pemerintah harus mengimpor, padahal sudah lebih dari sepekan.

“Turunya harga gabah saya merasa keberatan, karena tidak seimbang dengan hasilnya. Intinya merasa keberatan kalau impor sama saja petani tidak diperhatikan, saya mohon kepada pemerintah, jangan impor beras. biar menikmati hasill petani saja,” ucap Sujaing kepada wartawan, Sabtu (11/2/23).

Senada, seorang petani wanita, Ica menyampaikan, sejumlah areal pesawahan di wilayah ini sudah mulai panen raya, para petani pun sudah banyak menjual gabah hasil panen ke pengepul, karena khawatir harga jual semakin murah. Saat puncak panen raya diakhir Febuari hingga Maret mendatang.

“Meski harga gabah turun, saya terpaksa menjual sebagian hasil panen ini untuk menutupi modal produksi yang semakin mencekik. Mulai dari biaya benih, membajak sawah, pupuk, hingga ongkos panen, untuk 1 hektare sawah saja, saya harus mengeluarkan uang sekitar 9 juta rupiah, ini untuk biaya produksi sekali tanam,” paparnya.

Ditempat terpisah Bakri penggiat pertanian mengatakan, ditengah realitas ambigu yang dialami petani ini, mereka berharap, Pemerintah bisa lebih peka terhadap nasib para petani khususnya di wilayah terdekat dengan ibu kota, yang lahannya semakin tergerus dengan pembangunan perumahan dan juga pabrik.

“Jika petani sejahtera, mustahil lahan mereka dijual untuk keberlangsungan hidup mereka,” tukasnya.

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *