Cileungsi, BogorUpdate.com – Lahan Fasilitas Sosial dan Fasilitas Umum (Fasos Fasum) di Perumahan Griya Alam Sentosa (GAS) yang berada di Desa Pasir Angin, Kecamatan Cileungsi yang diperjualbelikan oleh oknum, akhirnya digugat ke Pengadilan Negeri (PN) Cibinong pada, Senin (20/6/22) kemarin.
Ketua Tim Advokasi Penyelamat Fasos/Fasum Perum GAS, Ruhanto Syarif Hidayat mengatakan bahwa timnya sebagai kuasa hukum dari warga Perum GAS untuk menggugat para oknum yang melakukan jual beli lahan Fasos/Fasum.
“Alhamdulillah nomor perkaranya sudah keluar dan sudah kita daftarkan mudah-mudahan pada hari ini pendaftaran kita secepatnya mendapatkan daftar untuk sidang agar permasalahan ini cepat diselesaikan. Sehingga tidak terjadi lagi tindakan-tindakan yang di luar prosedur hukum,” katanya kepada wartawan, Selasa (21/6/22).
Dia berharap, dengan gugatan yang dilayangkan pihaknya dapat diselesaikan dengan adil oleh majelis hakim PN Cibinong.
“Kami berharap majelis hakim bisa berbuat seadil-adilnya untuk menyelesaikan persoalan yang sudah sangat berlarut ini, apalagi lahan yang kita perjuangkan ini merupakan lahan Fasos/fasum yang notabene milik Pemda, bukan milik pribadi,” papar Toto biasa di sapa.
Senada disampaiakan oleh Yudi Deki Purwadi, yang juga tim advokasi menambahkan jika saat ini tim nya mengajukan gugatan dengan format gugatan class action dengan tema memberantas mafia tanah ada kurang. Disini ada 14 tergugat termasuk di dalamnya ada Bupati selaku kepala pemerintah Kabupaten Bogor, BPN Kabupaten Bogor, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Bogor, ada 2 Notaris dan satu Perusahaan Pengembang, serta Pembeli lahan Fasos/Fasum tersebut yang sudah bersertifikat.
“Walaupun banyak titik lahan Fasos fasum yang kemudian di perjual/belikan oleh oknum untuk perkara yang kami gugat saat ini adalah titik di RT 21/RW 08,” ucap Deki.
Menurutnya, objek yang saat ini ingin diselamatkan dengan objek lahan yang merupakan serapan dan menjadi sarana olahraga warga perumahan dan di klaim oleh mereka yang katanya punya legalitas terkait surat. Namun tidak mau mengajukan upaya hukum, justru lebih cenderung mengerahkan masa atau dengan cara-cara premanisme.
“Lahan fasos/fasum yang seharusnya menjadi hak kami semakin lama semakin habis diperjualbelikan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Kami berharap siapapun majelis hakim nanti yang akan memeriksa dan mengadili terkait dengan gugatan kami, agar sekiranya majelis hakim dapat memberikan keputusan yang seadil-adilnya dengan hati nurani yang diterapkan dalam peraturan perundang-undangan, dan objek yang saat ini sering terjadi keributan memiliki luasan kurang lebih 1.950 Meter termasuk 15 unit ruko di dalamnya yang sudah ada pemiliknya dan bersertifikat,” papar Yudi.
Yudi pun kebingunan siapa yang menerbitkan sertifikat diatas lahan Fasum tersebut. Namun begitu dia berharap siapapun orang yang mengeluarkan sertifikat harus bertanggung jawab terkait apa yang dikeluarkan. Terlebih apalagi kasus ini sudah berjalan sejak tahun 2010 dan sering terjadi keributan.
“Karena mereka menggerakkan beberapa kali ormas-ormas sampai dengan terakhir itu dimulai di tanggal 26 Mei di bulan puasa Tahun 2022 sampai 1 minggu, setelah lebaran 5 hari berturut-turut mereka tetap memaksa ingin membangun namun warga tetap mempertahankan apa yang menjadi hak mereka. Kalau yang kita tahu ormas tersebut digerakkan oleh orang yang mendapatkan perintah kerja, sudah pasti dari para pembeli dari yang sudah mengantongi sertifikat,” cetusnya.
Disini, sambung Yudi, selaku tim kuasa hukum penyelamat kasus-kasus Perumahan Griya Alam Sentosa meminta kepada dinas dinas terkait mulai dari BPKAD, DPUPR, Juga DPKPP yang menangani atau menaungi terkait permasalahan aset daerah, bahwa ketika ada perubahan atau pengembang yang sudah menjadi kewajibannya dalam menyerahkan fasos/fasum 40% dari pada luasan tanah yang akan di kelola itu seharusnya dilakukan peninjauan serta melakukan penegasan dan sertifikasi terkait aset tersebut agar penghuni daripada Perumahan itu memiliki kepastian dalam mengelola haknya.
“Selama ini sejak tahun 2020 saya berkunjung ke dinas terkait banyak alasan-alasan yang menurut saya tidak menjadi tidak masuk di akal karena ada statement dari salah satu pegawai BPKAD yang menyatakan bahwa kami tidak ada personil kalau harus mengawasi aset pemerintah Kabupaten Bogor seluruhnya, itulah salah satu hal yang menurut kami menjadi celah oknum-oknum dalam melakukan aksinya yaitu memperjualbelikan aset yang sudah di serah terimakan,” paparnya.
Untuk mediasi, lanjutnya sudah pernah dilakukan bahkan dirinya sempat juga datang namun tidak pernah ada jawaban yang pasti dari pada dinas dinas terkait justru kami lebih cenderung dilempar ke sana ke sini tanpa ada kepastian sedangkan kami memperjuangkan lahan yang notabene milik Pemda, karena leletnya mengatasi hal ini hingga kami mengajukan upaya hukum yaitu mengajukan gugatan class action.
Di tempat yang sama disampaikan Sholeh Ali, menurutnya pengembang saat ingin memberikan Fasos/fasum kepada Pemda saat itu sempat di ditolak, bahkan ada catatan dari BPN harus memberi batas-batas yang jelas. Namun dari tahun 2007 sampai saat ini kekurangan persyaratan batas-batas tersebut tidak di tempuh oleh pengembang. Namun kenapa di terima oleh BPKAD, seolah-olah ada kesengajaan dari pihak-pihak terkait termasuk Bupati yang mestinya Fasos Fasum itu dikawal diterima dengan baik sehingga tidak ada hal seperti ini terjadi.
“Ini merupakan sebuah kelalaian kami berharap pengadilan juga melihat persoalan ini bagian dari pada persoalan keadilan, persoalan masyarakat kecil yang memang sedang tertimpa persoalan masalah hukum dan prosedurnya sudah kita lalui dengan jelas dan kita mencari keadilan disini,” pungkasnya.
Sekedar diketahui, adapun 14 tergugat dari persoalan sengketa lahan Fasos fasum ialah:
1. PT. Gunung Hermon Permai
2. Bupati Bogor
3. BPN Kabupaten Bogor
4. DPUPR Kabupaten Bogor
5. Notaris Mylova SH.M.kn
6. Notaris Rakhmat Cahyobroto, SH.M.kn
7. Sumiyem
8. Elah Guna Bangun
9. Romel Sembiring
10. Drs. Budiharjo
11. Slamet
12. Wahyunda
13. Ari Yulianto
14. Tipuk Yuniarti.