Scroll untuk baca artikel
Bogor RayaHomeNewsPemerintahan

Demo Lagi Tolak RUU Kesehatan Omnibus Law, Ini Pernyataan Tegas Dokter Zen dari PB PDGI

×

Demo Lagi Tolak RUU Kesehatan Omnibus Law, Ini Pernyataan Tegas Dokter Zen dari PB PDGI

Sebarkan artikel ini

PB , dokter bersama para dokter menggelar demo tolak , Senin (5/6/23). (Ist)

Nasional, BogorUpdate.com – Ikatan Dokter Indonesia (IDI) bersama Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), kembali gelar aksi di depan Gedung DPR, Senayan, Senin (5/6/23).

Selain 5 Organisasi Profesi Kesehatan tersebut ada juga para Mahasiswa yang gabung demo. Bahkan sejak sehari sebelumnya peserta aksi dari daerah sudah mulai berdatangan.

Demo ke sekian kalinya itu dilakukan lantaran dalam , ternyata berisi persyaratan yang terlalu lunak untuk dokter asing dan pendidikan spesialis hospital based yang tidak perlu dilakukan oleh rumah sakit dengan akreditasi tertinggi.

Hal ini bakal berpotensi menyebarkan hadirnya tenaga medis yang sub standar. Kalau demikian maka yang paling dirugikan adalah masyarakat penerima layanan Kesehatan.

Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PB PDGI) drg. Achmad Zaenudin mengatakan, sebaiknya fokus kita tidak ke masalah superbody (biarkan meletus sendiri karena kebanyakan hormonal) tapi dokter saat ini diserang dengan program-programnya. Tampak luar dengan 6 pilar transformasinya terkesan sangat hebat, dari layanan primer hingga ke penyediaan sumber daya manusia (SDM).

“Akan tetapi yang dilakukan seperti katak loncat nyundul kepalanya, keempat kakinya nendang kesamping dan kebawah. Dia merasa hebat, padahal sistem perencanaan kita ilmunya saja sudah ketinggalan 40 Tahunan teorinya. Kan ingat di pemerintahan paling yang dugunakan SWOT, penggunaan Eve Ive matrix balanscorecard, baru saat ini. Intinya begini, dari modul-modul yang ada pada 6 tansformasi tersebut domain dominannya ada pada kuratif,” katanya kepada BogorUpdate.com, Senin (5/6/23).

Dokter Zen sapaan akrabnya itu menambahkan, saat ini sudah banyak contohnya, termasuk salah satu dari organisasi dunia pun seperti USAID, terkesan bagus dengan program emasnya. Tanpa disadari ahirnya dokter jadi konsuntif hanya seperti pemadam kebakaran saja.

“Stunting produksinya jalan terus dan ibu bayi dilahirkan selamat (karena dengan standar teknologi canggih tadi) bagus kan ibu dan bayi tdk berkualitas tapi lahir selamat. Tanpa kita sadari bahwa bayi yang dilahirkan tidak berkualitas ujung-ujungnya jadi beban Negara dan SDM penerus tidak berkembang, next lost generasi, rusak ini negara,” tegasnya.

Dia yang pernah menjabat sebagai Sekretaris Dinas pada Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bogor itu menjabarkan, jika domain-dominannya di preventif (bukan sekedar lips service) selain efesiensi anggaran yang tadi dikatakan, mau lahiran dikebonpun tidak masalah, tetap sehat dan berkualitas bayi yang dilahirkan, karena sudah dipersiapkan sejak usia awal pada usia subur dan juga dokter-dokter Indonesia feel pelayanannya akan lebih sensitif.

“Dulu saja untuk ngecek kehamilan pakai cerobong bambu sudah oke, tidak perlu USG 4 dimensi yang harga dan pemeliharaannya bermilyar rupiah, itu baru satu macam investasi. Bisa ribuan macam dari berbagai jenis disiplin Ilmu yang menurut saya mubazir dan luar biasa jadi konsuntifnya. Dan itu yang ditangkap oleh mereka, bikin mereka happy, jadi kembali lagi ke prigram yang katanya 85% itu untuk rakyat, memang betul. Tapi sekali lagi, program seperti itu akan menguntungkan sekelompok inlander saat ini dan jangka panjang, serta bikin happy Negara penyandang,” bebernya.

Harusnya, lanjut Zen, dari dulu itu di support bahkan diberikan pendanaan dari sisi pendidikan, penelitian supaya menghasilkan ilmuterapan hingga di hak patenkan. Kita setuju dengan saat ini infrastruktur, pemerataan dari barat hingga timur, tapi kenyataannya banyak yang mubazir juga.

Dia mencontohkan, jalan di Indonesia Timur begitu megahnya, tapi yang menggunakan hanya 0,0001% nya saja pasti membengkak dibiaya pemeliharaan. Untuk di Jawa Barat, kereta cepat Jakarta – Padalarang (belum sampe bandung ya) sampai saat ini mangkrak, ratusan Trilyun itu.

“Saya yakin setelah jadi siapa yang mau pake? Banyak jalan dari Jakarta menuju Bandung. Harusnya kan mikir untuk perekonomian kerakyatannya jika Jakarta – Bandung bisa singgah di Purwakarta dengan satenya, atau lewat Puncak dengan lampu senternya, eh kopinya. Kan berputar itu perekonomian tidak seperti robot dimanusiakan, Ekosistem humanis berjalan,” herannya.

“Jadi aneh ini orang pintar tapi ndableg seperti yang mau hidup sendiri tidak bersosialisasi jadi focus bukan ke masalah super bodinya ya. Itu maunya mereka kita takut kearah situ padahal. Sehingga kita tidak focus ke jebakan batman nya, masalah program yang akan menghancurkan tatanan pelayanan kesehatan secara sosial yang ahirnya sangat menguntungkan mahluk seperti mereka,” tukas Zen.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *