Scroll untuk baca artikel
HomeLifestyleNews

Darwin Steven Siagian: Penegakan Hukum Dilema Antara Obstruction off Justice Perspektif Dengan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

×

Darwin Steven Siagian: Penegakan Hukum Dilema Antara Obstruction off Justice Perspektif Dengan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Sebarkan artikel ini

Hukum, BogorUpdate.com – Istilah Obstruction off Justice berasal dari sistem hukum Anglo Saxon, yang diterjemahkan dalam hukum pidana Indonesia sebagai “tindak pidana menghalangi proses hukum”.

Dalam Blanck’s Law Dictionary, Obstruction off Justice adalah sebagai segala bentuk intervensi kepada seluruh proses hukum dan keadilan dari awal hingga sampai proses itu selesai.

Hukum sebagai suatu proses peradilan dan proses administratif. Korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang memerlukan perhatian khusus di Indonesia. Tidak hanya merugikan keuangan Negara, namun korupsi juga menghilangkan legitimasi penegakan hukum dengan menghancurkan kepercayaan masyarakat terhadap hukum.

Tentu dalam upaya pemberantasan korupsi tersebut tidak akan berjalan lancar jika masih terdapat pihak-pihak yang berupaya menciderai proses penegakan hukum berupa menghalangi dan merintangi proses penegakan hukum atau dikenal dengan istilah Obstruction off Justice. Namun dalam pengaturannya, Obstruction of Justice masih menyisakan masalah.

Dimana, Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (PTPK) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (PTPK) yang mengatur Obstruction off Justice memunculkan kerancuan dalam memahami maksud delik ini.

Khususnya dalam frasa “sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung”. Menjawab persoalan tersebut, maka perlu diketahui bagaimana eksistensi pengaturan Obstruction of Justice dalam perkara tindak pidana korupsi berdasarkan Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (PTPK) dan bagaimana pula penegakan hukum dan kendala yang dihadapi untuk menindak pelaku Obstruction of Justice tersebut.

Penulis, mengungkapkan bahwa eksistensi pengaturan Obstruction of Justice perlu ditata ulang sehingga dapat ditentukan apakah suatu perbuatan tersebut dianggap sengaja untuk menghalangi proses hukum berdasarkan parameteter yang telah ditentukan.

Penulis, ber-keinginan menyarankan perlunya merevisi Undang-Undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (PTPK), memperkuat sinergitas antar lembaga penegak hukum, memanfaatkan undang-undang terkait korupsi yang ada, meningkatkan profesionalisme aparat penegak hukum, dan meningkatkan kesadaran publik. Upaya ini penting dilakukan sebagai pendekatan di masa depan dalam melawan para pelaku koruptor.

Tujuan Obstruction off Justice merupakan suatu perbuatan yang diklasifikasikan sebagai tindak pidana karena menghalang-halangi atau merintangi proses hukum pada suatu perkara. Advokat dalam menjalankan tugas profesinya kerap dikaitkan dengan dugaan tindak pidana menghalang-halangi proses hukum terhadap suatu perkara yang sedang dihadapi oleh kliennya.

Tujuan penulisan ini adalah, Penulis, inggin ber-bagi pengetahuan untuk mengetahui pengaturan tentang hukum mengenai tujuan obstruction off justice di Indonesia dan karakteristik perbuatan advokat yang dapat diklasifikasikan sebagai tindak pidana menghalang-halangi proses hukum atau yang di sebut obstruction off justice.

Bahwa perbuatan obstruction off justice secara umum diatur dalam Pasal 221 KUHPidana serta dalam peraturan Perundang-Undangan khusus yaitu, pada Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (PTPK).

Seorang advokat dapat kehilangan hak imunitasnya dan dikatakan melakukan turut obstruction off justice jika perbuatan tersebut dilakukan tidak didasari dengan iktikad baik dan tidak berkaitan dengan tugas profesinya. Sehingga, hak imunitas Advokat tidak menjadikan sebagai profesi yang kebal hukum dan ke-tiadaan iktikad baik pada advokat menjadikan hak imunitas gugur secara langsung.

Seperti yang telah pernah dibahas sebelumnya oleh Penulis, dalam obstruction off justice, advokat dalam menjalankan profesinya akan selalu bersinggungan baik secara langsung atau tidak langsung dengan suatu perkara klien yang sedang ditangani. Tidak jarang advokat dituntut untuk menggunakan segala cara demi melindungi kepentingan klien, termasuk melakukan perbuatan melanggar hukum.

Seperti berupa bentuk intervensi tersebut dapat berupa memberikan keterangan palsu, menyembunyikan bukti-bukti dari kepentingan proses penyidikan ataupun mencelakai atau mengintimidasi para saksi dan atau yang berkaitan dengan para pelaksana penindakan terkait.

Tujuan perbuatan obstruction off justice tersebut menyebabkan tertundanya proses hukum (pending judicial proceedings); pelaku mengetahui tindakannya atau menyadari perbuatannya (knowledge of pending proceedings); dan pelaku melakukan atau mencoba tindakan menyimpang dengan tujuan untuk mengganggu atau mengintervensi proses peradilan hukum atau administrasi hukum (acting corruptly with intent).**

Profile Penulis
Nama : Darwin Steven Siagian
Edisi : Ke – 4, Juli 2023
Profesi : Advokat
Akademisi Universitas Parahyangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *