Scroll untuk baca artikel
Bogor RayaHomeNewsPendidikanPolitik

Anggota DPR Fahmi Alaydroes Soroti Belum Meratanya Sekolah SMA Negeri di Kabupaten Bogor

×

Anggota DPR Fahmi Alaydroes Soroti Belum Meratanya Sekolah SMA Negeri di Kabupaten Bogor

Sebarkan artikel ini

Anggota Komisi X DPR RI Fahmi Alaydroes. (Ist)

Kemang, BogorUpdate.com – Sengkarut permasalahan belum adanya sekolah SMA Negeri di Kecamatan Kemang dan Kecamatan lain di Kabupaten Bogor, menjadi sorotan Anggota Komisi X DPR RI Fahmi Alaydroes, termasuk soal bermasalahnya saat penerimaan siswa baru dengan sistem zonasi.

Fahmi Alaydroes mengatakan, terkait masih belum meratanya sekolah Negeri di setiap kecamatan di Kabupaten Bogor, menjadi PR bersama. Apalagi persoalan sistem zonasi yang banyak dikeluhkan oleh orang tua calon siswa yang saat ini sedang menjadi perbincangan.

“Sehingga ketika terjadi proses zonasi pasti akan menimbulkan masalah, masalahnya nampak ketika zonasi tersebut diterapkan maka eksesnya adalah banyak sekali orang tua dan siswa siswi ingin sekolah yang dia inginkan terhalang. Nah kalau tidak dikelola dengan baik yang muncul eksesnya adalah penyimpangan karakter. Terjadi kecurangan dan terjadi pemalsuan kartu keluarga (KK),” ujarnya kepada Bogorupdate.com, saat menghadiri milad Desa Bantarsari, Minggu (27/8/23).

Politisi PKS itu menyebut, persoalan tersebut menjadi kontra produktif dari sisi pendidikan itu sendiri. “Jadi PR besarnya untuk nasional apalagi untuk Kabupaten Bogor, harus dipastikan bahwa diseluruh kecamatan yang ada di kabupaten Bogor berjumlah 40 kecamatan seharusnya memang berdiri sekolah-sekolah bagi masyarakat sekitar,” sebutnya.

Menurut Fahmi, sekolah itu bukan cuma hadir tapi juga harus bermutu, jadi pemerataan mutu itu harus menjadi target atau tujuan utama program pembangunan. Karena SMA kaitanya dengan provinsi tapi akhirnya bukan persoalan semata kabupaten atau provinsi, dan kembali kepada kebijakan pendidikan yang menurutnya masih seporadis sekarang ini.

“Kementerian pendidikan sekarang masih bersibuk diri dengan proses digitalisasi, kurikulum merdeka, guru penggerak dan organisasi penggerak, padahal masalah yang mendasar tidak mendapatkan perhatian,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *