Scroll untuk baca artikel
Bogor RayaHomeNewsPemerintahan

Data Stunting Kabupaten Bogor Diduga Disulap, Yusfitriadi: Anggarannya Rawan “Ditilep”

×

Data Stunting Kabupaten Bogor Diduga Disulap, Yusfitriadi: Anggarannya Rawan “Ditilep”

Sebarkan artikel ini

Pengamat Politik dan Kebijakan Publik Yusfitriadi.

Cibinong, BogorUpdate.com – Pengamat Politik dan Kebijakan Publik Yusfitriadi menilai Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor tidak mampu membangun sistem basis data yang transparan dan akuntabel, apalagi data terintegrasi. Termasuk data stunting yang dikeluhkan oleh kepala desa, karena berbeda dengan yang terjadi dilapangan.

Namun, ketidakmampuan tersebut terus dipelihara, sehingga sampai kapanpun kalau data tidak akurat dipelihara, bagaimana bisa maju.

“Alangkah baiknya kalau memang pemerintah daerah tidak mampu menghidangkan data yang akurat, sebaikan gandeng pihak kedua atau ketiga untuk membereskan urusan data sekaligus digitalisasi datanya,” katanya kepada BogorUpdate.com, Senin (21/8/23).

“Jangan sampai sudah tidak mampu tapi dipaksakan. Atau memang disengaja agar data di kabupaten Bogor tidak pernah akurat, sehingga selalu ada celah untuk adanya penyimpangan anggaran,” tambahnya.

Disitulah, tegas Kang Yus sapaan akrabnya, terlihat jika tata kelola pemerintahan kabupaten Bogor masih bermasalah dengan data, baik itu validitas data, manipulasi data bahkan rekayasa data. Hal itu dibuktikan dengan data dan implementasi stunting tersebut.

“Jelas jika pemerintah mau mengatasi stunting dengan berbagai program dan ukuran yang jelas datanya harus valid. Selain dengan data yang tepat itu mempermudah mengukur kinerja pemerintah, mengukur tingkat keberhasilan, juga data yang tepat akan mampu mendorong efektifitas program,” jelasnya.

Sehingga, lanjut Dia, anggaran yang digunakan untuk penanganan stunting benar-benar tepat sasaran. Namun jika datanya tidak tepat, maka seberapapun anggaran yang digelontorkan dalam mengatasi stunting, tidak akan mampu mengatasi masalah tersebut.

“Bukan menjadi rahasia lagi, sering kita dengar pemerintah merekayasa data demi kepentingan program dan proyek yang berbasis anggaran. Hal ini sering kali terjadi seperti pada data kemiskinan dan keluarga pra sejahtera,” ujarnya.

“Sehingga setiap tahun masyarakat miskin dan masyarakat pra sejahtera tidak berkurang secara signifikan, padahal program untuk mengatasi hal tersebut dianggarkan sangat besar,” sambungnya.

Begitupun dengan kasus stunting tersebut, tegas Kang Yus, sangat mungkin data direkayasa sehingga bengkak datanya dengan harapan anggaran yang diturunkanpun sangat besar.

“Sehingga akan banyak porsi anggaran yang bisa “ditilep”. Kita sering dengar informasi manipulasi data dari berbagai sektor, baik data ekonomi, pendidikan, sosial, kesehatan dan lain-lain. Sehingga sering terjadi, orang yang tidak berhak mendapatkan bantuan keluarga miskin, masyarakat pra kerja, malah mendapat bantuan. Karena itu keluarganya kepala desa, pak RT dan Pak RW misalnya,” tuturnya

Sedangkan, bebernya, yang benar-benar membutuhkan tidak pernah mendapatkan bantuan. Begitupun dengan stunting, jangan-jangan ada sebuah rekayasa data, sehingga terjadi masyarakat yang tidak dalam kondisi stunting malah masuk di data.

“Bisa jadi masyarakat yang benar-benar mengalami stunting tidak mendapatkan bantuan. Jika kondisinya sudah seperti ini, maka sudah dipastikan akan banyak masalah, termasuk penyimpangan dan penyalahgunaan anggaran,” geramnya.

Oleh karena itu untuk memastikan program pengentasan stunting ini berjalan dengan benar dan tidak memberikan peluang perilaku koruptif, beberapa hal yang harus menjadi tanggungjawab bersama. Pertama, partisipasi masyarakat.

“Masyarakat tidak boleh diam, harus melapor, mengkontrol dan menyampaikan pesan kepada publik ketika ada program pengentasan stunting yang menyimpang. Kedua, penyediaan data yang akurat dan terintegrasi,” ungkapnya.

Kemudian harus ada peran pengawasan internal. Kalau masalah data dan anggaran stunting saja banyak penyimpangan kemana DPRD dan kemana inspektorat yang mempunyai peran pengawasan.

“Jangan sampai dua lembaga yang seharusnya memastikan program dan anggaran terdistribusi sengan akuntabel, malah ikut serta dalam konspirasi dalam manipulasi data dan penyimpangan anggaran tersebut,” bebernya lagi.

Lalu para penegak hukum baik BPK, KPK maupun Kepolisian seharusnya responsif terhadap isu, dugaan dan potensi manipulasi data dan penyimpangan anggaran tersebut. Tidak hanya bersikap pasif.

“Ketika adanya informasi termasuk informasi dari media, seharusnya menelusuri kebenaran informasi tersebut. Agar ada sebuah kepastian benar atau tidaknya informasi tersebut. Jika memang benar, proses sampai tuntas, jika memang tidak benar klarifikasi dan sampaikan kepada publik,” tandasnya.

Sebelumnya, Bermodalkan hasil pendataan stunting yang diduga ngasal, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor diganjar anggaran sebesar Rp24 miliar untuk menangani stunting yang berjumlah 16.000 anak di Bumi Tegar Beriman.

Hal itu diungkapkan Plt Bupati Bogor Iwan Setiawan beberapa waktu lalu usai melaksanakan penandatanganan komitmen dan fakta integritas mulai dari kepala perangkat daerah hingga pimpinan DPRD Kabupaten Bogor untuk serius dalam hal penganggaran dan memastikan pemberian makanan tepat sasaran.

Iwan menyebut, Kabupaten Bogor telah melakukan pemetaan terhadap 16.000 balita stunting. Mereka mayoritas berada di empat kecamatan, yakni Bojonggede, Cibinong, Gunung Putri dan Cileungsi.

Pemkab Bogor mendapatkan tambahan anggaran sebesar Rp 24 Miliar, untuk penanganan stunting yang diperoleh dari lomba inovasi penanganan stunting di tingkat provinsi. Nilai itu akan bertambah lantaran Iwan akan menganggarkan kembali dari APBD Kabupaten Bogor.

Dengan begitu, dugaan pendataan ngasal penetapan angka stunting di Kecamatan Gunung Putri semakin jelas untuk apa tujuannya.

Padahal, beberapa kepala desa (Kades) mengeluhkan hasil data dari Kabupaten Bogor dengan hasil verifikasi lapangan (verlap) dan validasi yang berbeda, pola pendataan juga dinilai sembarangan.

Akibatnya, para Kades merasa dirugikan karena dinilai tidak becus bekerja lantaran angka stunting yang tinggi di wilayahnya.

Data dari Agustus 2022, untuk di Kecamatan Gunung Putri sendiri ditetapkan sebagai Lokasi Khusus (Lokus) penanganan stunting karena mancapai 1.400 anak yang terdata.

Padahal, ketika dilakukan verifikasi lapangan (verlap) dan validasi bersama Puskesmas setempat, hasilnya sangat jauh berbeda dengan data dari Kabupaten Bogor tersebut. Misal di Desa Gunung Putri, dari 134 anak, hanya terdapat 3 anak yang alami stunting usai didata ulang kembali.

Terlebih, Camat Gunung Putri Didin Wahidin mengaku adanya kesalahan dalam pendataan angka stunting dimulai dari tingkat Posyandu dan Puskesmas hingga menimbulkan angka stunting yang tinggi di wilayah Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor tersebut.

“Kalau data tahun 2022 mungkin terkait dengan masalah penimbangan, pengukuran dan pencatatan oleh Posyandu. Sehingga data dari posyandu masuk ke Puskesmas dan ke aplikasi Elektronik-Pencacatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM) itu, mungkin belum akurat,” katanya kepada BogorUpdate.com, Rabu (16/8/23).

Menurut Didin Wahidin, ada tiga kesalahan yang sering terjadi ketika melakukan pendataan anak stunting tersebut. Hal itu yang menyebabkan angka stunting di Kecamatan Gunung Putri mencapai 1.400 an anak dan peringkat ke-2 stunting terbanyak di Kabupaten Bogor.

“Mungkin dari pengukuran, jadi ketika diukur si anak itu merengkel atau tidak mau diam, hingga akhirnya tinggi badan masuk dalam kategori stunting. Kemudian dari penimbangan, mungkin anaknya susah ditimbang atau mungkin dari pencatatan dari tahun kelahiran yang salah. Misalnya harusnya umurnya 2 tahun jadi 3 tahun, ketika dilakukan penimbangan dan pengukuran masuk kategori stunting. Itu sering terjadi juga,” bebernya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *