Scroll untuk baca artikel
Bogor RayaHomeHukum & KriminalNews

Dugaan Mafia Tanah di Desa Pancawati Terkuak, Catut Nama dan Imbalan Uang Demi Loloskan Sertifikat

×

Dugaan Mafia Tanah di Desa Pancawati Terkuak, Catut Nama dan Imbalan Uang Demi Loloskan Sertifikat

Sebarkan artikel ini

Sekretaris LPRI, A. Hidayat

Caringin, BogorUpdate.com – Dugaan merajalelanya oknum mafia tanah di wilayah Desa Pancawati, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor mulai terkuak dari pengakuan warga kepada Lembaga Pengawasan Reformasi Indonesia (LPRI) Bogor Raya.

Kokom (51) salah satu warga mengungkapkan bahwa namanya digunakan oleh orang lain untuk meloloskan enam bidang sertifikat lahan di Desa Pancawati. Menurut Kokom, hal ini sangat keterlaluan.

“Iya nama saya dicatut sebagai penerima hak atas lahan redistribusi prona pada tahun 2016. Ini jelas merugikan saya dan keterlaluan mereka (oknum mafia tanah-red),” ujarnya kepada wartawan saat ditemui dikediamannya, Sabtu (9/7/22).

Kokom mengatakan bahwa pada tahun 2016, diminta oleh tetangganya yang berinisial (MS) untuk menggunakan namanya sebagai penerima enam bidang sertifikat tanah, dengan imbalan sebesar Rp6 juta.

“Karena tidak memahami maksud dan tujuan dari program Prona 2016, yah saya mau,” ujar Kokom yang berprofesi sebagai Ibu Rumah Tangga.

“Saat itu, saya hanya diminta agar namanya hanya digunakan untuk melancarkan permohonan penerima sertifikat lahan garapan HGU dari PT. Rejo Sari Bumi,” sambungnya.

Sementara itu, Sekretaris LPRI, A. Hidayat mengatakan kasus ini mulai terkuak satu demi satu berdasarkan laporan warga di Desa Pancawati yang mengadu ke Tim Advokasi LPRI Bogor Raya.

“Hal ini tidak dapat dibiarkan, ulah para oknum Mafia tanah itu jelas tidak dapat dibiarkan dan mengangkangi program Presiden Jokowi,” katanya.

Menurutnya, kasus mafia tanah yang terjadi di wilayah Desa Pancawati yang merupakan kawasan area zona perkebunan HGU PT Redjo Sari Bumi, kian menguak lebar. Warga masyarakat penerima hak tanah retribusi prona tahun 2016 tersebut sangat kacau dalam pendataan penerima hak lahan.

“Dilihat dari ploting area bagi si penerima hak lahan redistribusi tersebut, banyak keganjilan-keganjilan didalam pendataan nama penerima hak lahan tersebut,” kata Dayat sapaan akrabnya.

Ia menambahkan, sesuai dengan tujuan pemerintah untuk mensejahterahkan masyarakat petani untuk menggunakan lahan retribusi HGU tersebut hanya untuk sektor perkebunan dan pertanian.

“Dan jika ada siapapun yang memanipulasi data penerima hak lahan retribusi tersebut, sesuai dengan peraturan undang-undang yang berlaku ini sudah merupakan kejahatan pemalsuan data dan ini adalah pidana,” tegas Dayat.

Dalam hal ini, lanjut Dayat, siapapun nanti yang bermain disana untuk mengakali lahan negara yang seharusnya diberikan ketangan orang yang berhak itu namun diselewengkan untuk kepentingan dirinya sendiri maupun untuk kelompoknya, maka ini adalah sebuah kejahatan luar biasa.

“Sebab korbannya itu bukan hanya satu orang loh. Data yang masuk ke pihak kami (LPRI, red), lebih dari 42 orang warga masyarakat petani di Desa Pancawati yang harusnya menerima hak lahan itu, dan ternyata malah dikelabui oleh oknum mafia tanah serta ada dugaan keterlibatan pemerintah desa sebagai pemodal dalam mengakali tanah redistribusi tersebut,” pungkasnya.

DPC LPRI Bogor Raya, kata Dayat, sangat konsen untuk terus mendorong kasus ini sampai tuntas bersama DPP yang sedang menyusun data-data temuan kejahatan tersebut dan akan membuat laporan (LP) ke Bareskrim.

“Kita lihat saja nanti ending kasus ini sampai dimana, sebab LPRI telah bersepakat dengan petani warga di Desa Pancawati yang merupakan korban dari sindikat mafia tanah ini untuk mendorong kasus ini sampai tuntas ke meja pengadilan, agar para oknum mafia tanah ini dapat digerus habis sampai ke akar-akarnya,” tandasnya.

Pada pemberitaan sebelumnya, Sekretaris Lembaga Pengawasan Reformasi Indonesia (LPRI) Bogor Raya A. Hidayat sebagai kuasa puluhan petani menyatakan telah terjadi jual beli oleh mafia tanah yang berasal dari Hak Guna Usaha (HGU) PT Rejo Sari Bumi, yang mana lahan milik negara itu sejak belasan tahun digarap oleh para petani warga di Desa Pancawati, Kabupaten Bogor untuk sektor perkebunan dan pertanian telah terbit Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama para Petani.

“Asal muasal terbitnya SHM itu pada tahun 2016 dan telah diberikan secara gratis oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang, Ferry Mursyidan Baldan pada tahun 2016 menyerahkan SHM secara gratis ke para petani masyarakat di Desa Pancawati,” ujarnya kepada Bogorupdate.com, pada Jumat (1/7/22).

Menurutnya, dalam SHM tersebut ada keterangan yang menyebutkan tanah atau lahan yang sudah diberikan kepada masyarakat sebagai hak milik tersebut dilarang diperjualbelikan kepada pihak lain selama 10 tahun.

“Lahan tersebut boleh dipindahtangankan pada tahun kesebelas sejak sertifikat tersebut dikeluarkan. Dan jika lahan itu dijual, maka Kementerian ATR/BPN bisa menariknya kembali,” tegas Hidayat sapaan akrabnya itu.

Disayangkan, kenyataan dilapangan SHM atas nama petani itu telah diperjualbelikan oleh mafia tanah, karena telah berdiri bangunan bahkan kavling-kavling dan diduga ada campur tangan aparatur desa setempat.

“Data yang masuk ke kami salah satunya surat pengosongan lahan yang ditandatangani oleh Kasie Pemerintahan (Kasipem) dan Kepala Desa (Kades) setempat Iqbal Jayadi sebagai saksi pertanggal 21 Januari 2022 dihadapan Notaris di Bogor, Andreas,” ujar Hidayat.

“Untuk pengosongan lahan kan seharusnya oleh Pengadilan Negeri, kenapa dalam surat itu hanya penggarap, kasipem, kades setempat dan notaris,” sambung Hidayat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *