Rasa dan Nafsu Calon Kepala Daerah

Ilustrasi . (Ist)

KOPI PAIT
Oleh:

Opini, BogorUpdate.com – Hajatan Politik yang bernama Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak untuk memilih Gubernur, Bupati dan Walikota di semua daerah di Indonesia akan dilangsungkan pada bulan November 2024 mendatang.

Perang “Baliho” dengan beragam tagline dan bisa menjadi alat pendongkrak tingkat elektabilitas dan popularitas sosok yang akan maju dalam Pilkada, adalah salah satu bentuk ikhtiar atau kerja keras dari calon dan timses calon.

Namun, yang perlu disadari oleh para calon yang akan maju dalam kontestasi Pilkada 2024 adalah soal “Rasa” yang mengawali niatan politisi maju dalam kontestasi Pilkada seperti Pilgub, Pilbup atau Pilwakot.

Setiap manusia dari semua strata sosial pasti punya rasa. Karena rasa merupakan satu pergerakan hati yang bersifat subjektif dan bisa muncul kapan saja, dimana saja dan akan berkorelasi dengan suasana.

Rasa merupakan pegerakan hati yang bisa menggambarkan rasa sedih, kecewa, gembira, suka, duka, benci dll.

Rasa dalam tiap orang pasti akan punya perbedaan karena perasaan yang terjadi pada bathin seseorang akan berbeda-beda dan juga berkaitan dengan ruang dan waktu.

Politisi yang akan maju dalam Pilkada harus punya rasa dan merasakan apa yang tengah dibutuhkan masyarakat yang akan jadi pemilihnya untuk kemajuan wilayahnya baik dalam sektor pendidikan, ekonomi, kesejahteraan dll.

Membuat misi dan visi dalam pencalonan kepala daerah itu sangat mudah. Namun yang sulit itu adalah melaksanakan semua visi dan misi itu sendiri.

Visi dan Misi mensejahterakan rakyatnya bisa berubah dan jadi menyiksa rakyatnya.

Kebijakan yang tidak pro rakyat serta lebih mengedepankan nafsu buruknya akan menjadi alarm negatif bagi kepala daerah.

Visi dan Misi itu tak lepas dari rasa atau perasaan calon kepala daerah yang harus punya rasa dalam melihat fakta lapangan, apa sebenarnya hal yang paling urgent yang harus dilakukan untuk memenuhi rasa atau kegelisahan masyarakatnya.

Ketika masyarakat selalu merasa dipusingkan dengan PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru), maka calon kepala daerah harus merasakan itu dan segera mencari solusi supaya masyarakat tidak sedih, tidak kecewa karena anaknya terbentur sistem zonasi.

Calon kepala daerah harus punya rasa untuk membaca perasaan rakyatnya. Seorang calon kepala daerah harus bisa mengalahkan nafsu dan ambisi pribadi atau golongan dengan mengedepankan kepentingan rakyatnya.

Jika calon kepala daerah tidak punya rasa untuk merasakan suasana hati rakyatnya, dan malah mengedepankan syahwat kekuasaan yang berlebihan, tentunya hal ini bisa menimbulkan sifat berkhianat pada rakyatnya sendiri.

Dalam kontestasi Pilkada 2024, setiap calon kepala daerah punya target dan bernafsu untuk memenangkan “Pertandingan” dan menghantarkannya pada altar kekuasaan.

Setiap calon kepala daerah pasti memiliki nafsu yang membaluti atau membungkus perasaan hatinya.

Secara alamiah, nafsu yang dimiliki oleh tiap individu ada dua nafsu yakni, nafsu yang baik dan nafsu yang buruk.

Kalau calon kepala daerah punya nafsu yang baik, tentunya ini akan sangat positif dan bisa menjalankan visi dan misi sampai tuntas serta dirasakan manfaatnya secara baik oleh semua rakyatnya.

Namun jika calon kepala daerah dari awal punya nafsu yang buruk dan hanya fokus mencari tahta kekuasaan, maka visi dan misi yang dikemas secara bombastis, tentunya hanya akan menjadi kertas pembungkus terasi dengan bau yang tak sedap.

Jika calon kepala daerah atau tim sukses kepala daerah sudah terbungkus nafsu yang buruk, maka harus segera melakukan jihad untuk memerangi nafsu yang buruk itu.

Dan hanya tiap individu atau diri sendiri yang bisa memerangi nafsu yang buruk dan merawat nafsu yang baik.

Memerangi nafsu yang buruk, merupakan salah satu jihad terberat yang harus dilakukan tiap calon kepala daerah jika ingin dicatat dalam sejarah sebagai pemimpin atau kepala daerah yang amanah. (**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *