Ciseeng, BogorUpdate.com – Kepala Desa Ciseeng, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor Rahmat Bukhori Muslim, menanggapi soal adanya RT dan RW yang gerudug kantor desa, untuk menuntut insentif dan surat keputusan (SK), pada Kamis (13/3/25) lalu.
Menurut Rahmat Bukhori Muslim, RT RW yang menuntuk insentif bulan Maret itu SK nya sudah habis pada tanggal 24 Febuari 2025. Sehingga pihaknya tidak bisa memberikan insentif tersebut.
“Kaitan dengan insentif kami juga bingung kan mereka sudah habis masa jabatanya. Secara aturan kalau pun mau diberikan insentif diberikan kepada RT RW yang baru, itungan kerjanya berarti pul 19 sampai 20 hari. Itu pun anggaran ADD bulan maret belum turun. Jadi bukan tidak diberikan emang belum turun,” kata Bukhori kepada wartawan, Sabtu (15/3/25).
Sementara itu, lanjut Bukhori, soal SK yang dipermasalahkan itu sudah sesuai dengan hasil musyawarah antara BPD dan Tokoh Masyarakat. Dalam musyawarah itu, warga menyerahkan semua mekanisme pergantian RT dan RW kepada Kades.
“Kami musyawarah dengan BPD, dan dilakukan musyawarah kemudian masukan dari tokoh-tokoh masyarakat, dan masyarakat semuanya menyerahkan mekanismenya kepada kepala desa,” jelasnya.
“Kata masyarakat silahkan saja ditunjuk saja yang kira-kira sejalan, dan yang bisa mengayomi masyarakat, dan itu hasil kesepakatan, tanggal 10 Maret 2025, kemudian kami menentukan siapa yang menjadi RT RW berikutnya. Ada juga RT RW yang dipertahankan,” sambungnya.
Kemudian, kata Kang RBM sapaan akrabnya, soal fee proyek pengecoran itu sudah sangat ngawur. Pasalnya hal itu sudah melanggar aturan.
“Mana ada bicara fee proyek itu kan melanggar, kami saja Kades enggak ada bicara setiap pembangunan dapat fee,” kata kang RBM.
Selain itu, untuk toren yang juga dipersoalkan ternyata pada hasil penelusuran telusuri ke bagian aset, itu adalah hibah dan tanahnya milik warga.
Setelah puluhan tahun toren ini memang sudah riskan, dari awal dibangun sampai hari ini tidak dipakai.
“Kami melakukan musyawarah dengan tokoh-tokoh karena kiri kanan menuntut dan ditakutkan akan roboh ke rumah akhirnya dijual lah sama-sama, dan itu pun tertuang di berita acara dan ada rapatnya juga. Uang hasil penjualan toren disalurkan ke masjid, majelis ta’lim. Jadi tidak ada namanya kita ngejual aset daerah,” jelasnya.
“Satu lagi soal isue pembesan lahan surat pelepasan hak (SPH). Saya mau tanya ada tidak aturan, hak yang harus dikeluarkan oleh perumahan wajib mengeluarkan SPH kepada Kades. Itu tidak ada, itu kebijakan namanya dan itu perumahan subsidi bicaranya kebijakan pihak perumahan,” tambahnya. (Dyn)