Founder Visi Nusantara Maju, Yusfitriadi. (Ist)
Cibinong, BogorUpdate.com – Belum habis dari ingatan publik rakyat Indonesia betapa reaksionernya ketika Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Megawati Soekarnoputri dalam menyikapi kader partai yang mengarah kepada ketidaksolidan. Termasuk dalam menyikapi perbedaan partai politik dalam satu keluarga.
Bahkan reaksi PDIP sampai pada memecat kadernya, seperti yang terjadi pada Gubernur Maluku, yang istrinya bergabung dengan Partai Amanat Nasional (PAN). Tidak butuh waktu lama, langsung Gubernur tersebut dipecat dari keanggotaan PDIP.
Begitupun dengan Gibran Rakabuming Raka, beberapa hari setelah menerima Prabowo Subianto di solo dan relawannya mendeklarasikan dukungan terhadap Prabowo, langsung dipanggil oleh DPP PDIP untuk mendapatkan klarifikasi.
Namun hal itu tidak terjadi dalam kasus anak bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi) yakni (Kaesang Pangarep) yang belum lama ini bergabung dengan Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Bahkan disebut-sebut tidak lama lagi Kaesang akan menjadi nakhoda partai “bocil” tersebut.
Bahkan berbagai “kilah” atau alasan mengapa PDIP tidak reaksioner terhadap kasus Kaesang yang banyak dikemukakan oleh para elit PDIP. Tentu saja publik bertanya-tanya kenapa PDIP tidak kuasa memanggil Jokowi untuk meminta klarifikasi.
Padahal ketua umum PDIP Megawati Soekarnoputri sudah secara tegas menyatakan, seluruh kader PDIP dimanapun posisinya adalah petugas partai, termasuk Jokowi yang sedang menjabat Presiden. Jadi siapa yang petugas dan siapa yang menugaskan.
Jika PDIP tidak kuasa memanggil Jokowi, jangan-jangan sebenarnya PDIP yang petugas Presiden. Atau memang PDIP dan Megawati sudah tidak memperdulikan lagi sikap politik dan posisi Jokowi.
“Dalam pandangan saya kemungkinan ada beberapa hal yang menyebabkan PDIP dan Megawati tidak reaksioner dalam kasus Kaesang bergabung dengan PSI ini. Pertama, masalah elektabilitas. Tahapan pungut hitung pemilu 2024 tinggal menghitung hari,” kata Founder Visi Nusantara Maju, Yusfitriadi kepada Wartawan, Senin (25/9/23).
Menurut Kang Yus sapaan akrabnya, jangan sampai sikap PDIP dan Megawati yang seakan anti demokrasi berakibat pada menurunya simpati publik terhadap elektabilitas PDIP dan Ganjar Pranowo.
“Karena bukan tidak mungkin, jika PDIP dan Megawati memanggil Jokowi apalagi sampai memecatnya dari kader PDIP publik akan memiliki penilaian negatif terhadap PDIP,” jelasnya.
Hal itu, lanjut Kang Yus, tentu saja akan berpengaruh terhadap elektabilitas PDIP dan Ganjar. Kedua, sebuah hiden skenario. Mungkin saja sikap PDIP yang seakan tidak peduli terhadap kasus Kaesang ini merupakan bagian dari skenario yang tidak bisa dibaca oleh publik.
“Publik hanya bisa menerka-nerka berbagai kemungkinan. Misalnya, bisa jadi PSI akan mendukung Ganjar pada pemilu 2024. Karena PSI lah yang sejak awal mengusung Ganjar, ditengah waktu itu PDIP masih memilih-milih sosok calon yang akan diusung oleh PDIP. Sehingga, bersikap membiarkan Kaesang bergabung dengan PSI,” ujarnya.
Kemudian, buang-buang energi. Sangat mungkin ditengah dinamika politik yang semakin mengkristal dalam konteks peta koalisi dan PDIP juga sedang sangat tinggi aktifitas politiknya, kasus Kaesang menjadi tidak penting dan bukan prioritas untuk disikapi dengan serius. Keempat, PDIP masih butuh Jokowi.
“Tidak hanya dalam proses pemilihan anggota legislatif namun lebih dari itu adalah pemilihan presiden. Bisa jadi PDIP masih membutuhkan sosok Jokowi yang saat ini menjabat presiden. Misalnya dalan konteks logistik pemenangan, mobilisasi struktur pemerintah yang didorong untuk membantu pemenangan dan sebangainya,” bebernya.