Update – Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, jika penerapan batas saldo dalam penerapan keterbukaan akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan (AEOI) sesuai standar OECD tidak ada batasannya.
Artinya, baik rekening yang baru dibuat pun sudah harus dijadikan sebagai basis data pemerintah.
Namun, Sri Mulyani mengatakan, pembatasan saldo rekening keuangan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) sebagai upaya pemerintah menegakan keadilan.
Dalam PMK Nomor 70/2017 telah ditetapkan batas saldo sebesar Rp 200 juta dan telah direvisi juga menjadi Rp 1 miliar untuk rekening keuangan orang pribadi, sedangkan untuk yang iternasional ditetapkan saldo US$ 250 ribu.
Penerapan batas saldo juga sebagai syarat Indonesia mendapatkan data dari masing-masing negara yang terlibat pada program AEOI, setidaknya ada 100 negara lebih yang akan menerapkan di 2017 dan 2018.
“Indonesia kalau mau dapat informasi mengenai WP di Singapura, Hong Kong, AS, Inggris, dia formatnya harus ikut standar yang sama dengan kalau Indonesia serahkan data WP orang luar yang ada di Indonesia. Ini terdiri dari OP dan perusahaan,” kata Sri Mulyani di Kantor Ditjen Pajak, Jakarta, Jumat (9/6/2017).
Mantan Direktur Bank Dunia ini menegaskan, aturan yang diberlakukan oleh OECD selain Common Reporting Standrd (CRS) juga tidak ada batasan saldo sebagai basis data nantinya.
“Untuk rekening atas nama orang pribadi, OECD CRS tidak ada batasan minimalnya. Rekening berapapun, milik oran pribadi ya harus dilaporkan,” tegas Sri Mulyani.
Menurut dia, langkah pemerintah dengan menerbitkan PMK serta mengatur batas saldo sebagai upaya penerapan asas keadilan.
“Kalau OECD untuk orang pribadi tidak dibatasi, buka akun tidak ada duitnya pun harus dilaporkan. Namun karena kami mendengar reaksi dari berbagai masyarakat, terutama pemikiran untuk UMKM, maka kami coba lakukan revisi untuk memberikan ketenangan kepada masyarakat,” tukasnya.
sumber: detik.com