Mencegah Krisis Keluarga di Saat Pandemi Covid-19

Lifestyle, BogorUpdate.com
Rektor IPB University Prof Dr Arif Satria mengatakan hasil riset mengenai ketahanan keluarga merupakan rangkaian dari hasil-hasil riset yang dilakukan oleh IPB akibat dari dampak COVID-19 baik terhadap ekonomi makro maupun ketahanan pangan, dapat menjadi bahan penting untuk dijadikan landasan kebijakan bagi pemerintah. Ia juga menginginkan bahwa kebijakan-kebijakan yang diambil selama pandemi adalah kebijakan yang berbasis pada saintifik karena menurutnya, dengan adanya kekuatan sains maka kebijakan akan lebih efektif dalam menjawab persoalan.

Prof Dr Euis Sunarti, dosen IPB University yang merupakan Guru Besar Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia (Fema) melakukan kajian terhadap ketahanan keluarga saat pandemi COVID-19. Kajian dilakukan sejak Maret 2020 dengan didahului survey online yang diikuti 1337 responden. Dari total responden tersebut tiga perempatnya berpendidikan tinggi, dan sebagian besar terkategori tidak miskin.

Hasil kajian tersebut disampaikan melalui acara Webinar The 14th IPB Strategic Talk yang diselenggarakan oleh Direktorat Publikasi Ilmiah dan Informasi Strategis (DPIS), IPB University pada Jumat (19/6/20).

Pemaparan hasil kajian ditanggapi oleh tiga orang pembahas yaitu Prof Dr dr Fasli Jalal, Dr Lala M Kolopaking, dan Ir Tubagus Achmad Choesni, MA, Mphil, Deputi Bidang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan dan Perlindungan Sosial, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) RI. Acara tersebut dibuka dengan sambutan oleh Rektor IPB University Prof Dr Arif Satria.

Prof Dr Euis Sunarti menyampaikan hasil kajiannya, bahwa COVID-19 ternyata telah memunculkan gangguan ketahanan pangan, tekanan ekonomi, dan stres, serta menurunnya kesejahteraan keluarga. Hanya 38,7 persen responden yang memiliki tabungan untuk memenuhi kebutuhan keluarga sampai 6 bulan, bahkan 53 persen responden mengakui hanya memiliki tabungan kurang dari 2 bulan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Demikian halnya hasil survey pada bulan kedua pandemi menunjukkan hasil yang relatif senada. Tingginya tekanan ekonomi keluarga terjadi seiring dengan beragam pemutusan hubungan kerja (PHK) dan terhentinya kegiatan ekonomi masyarakat.

Sebagai solusi dalam upaya mencegah krisis keluarga, Ia mengharapkan agar ketahanan fisik ekonomi, ketahanan sosial, ketahanan psikologis dan kelentingan keluarga tetap dijaga dengan jalan kementerian dan lembaga terkait agar melakukan penanggulangan pandemi yang efektif, bantuan ekonomi keluarga, jaminan ketahanan pangan dan dukungan sosial keluarga.

Menurutnya resiliensi keluarga dalam menghadapi pandemi sangat tinggi. Ini bisa menjadi modal sosial dalam menghadapi pandemi dan memulihkan kondisi pasca pandemi. Hal ini sangat dipengaruhi oleh dukungan sosial dan sistem kepercayaan. “Resiliensi merupakan hasil investasi selama ini dalam menjaga kualitas keagamaan, komunikasi, dan lain-lain. Sehingga kemampuan ini harus benar-benar dibangun dalam keluarga Indonesia,” jelasnya.

Untuk itu menjadi penting peran dari pembangunan ramah keluarga, yakni menjadikan keluarga sebagai basis kebijakan publik, menjamin keluarga berketahanan dan berkualitas, pembangunan wilayah dan pekerjaan ramah keluarga, optimalisasi-sustainabilitas daya dukung alam dan optimalisasi daya tampung lingkungan.

“Dibutuhkan peran pemerintah, akademisi, komunitas, pelaku usaha dan media untuk mendukung agar menjadikan keluarga sebagai institusi utama dan memastikan dimensi kehidupan berjalan dengan baik,” tandasnya.

Merespons hasil riset tersebut, Rektor Universitas YARSI Prof Dr dr Fasli Jalal mengatakan dampak COVID-19 juga dapat berakibat pada ibu menyusui, bayi dan balita, maupun wanita hamil yaitu terganggu rutinitas pemeriksaan kehamilannya, menurunnya konsumsi pangan bergizi seimbang yang bisa diperoleh wanita hamil sesuai kebutuhan, terutama untuk konsumsi protein hewani. Hal tersebut dapat menyebabkan stunting pada anak yang akan lahir.

Ia juga mengingatkan bahwa keluarga menjadi basis terhadap kebijakan publik di Indonesia sehingga penting untuk mempertimbangkan keluarga sebagai objek dari kebijakan sehingga menjadikan keluarga dapat semakin berdaya.

Menyikapi hasil riset tersebut Dr Lala M Kolopaking, mengatakan diperlukan data terkait kadar guncangan ekonomi, sosial dan psikologi yang dihadapi, serta tingkat resiliensi/daya lenting keluarga dalam menghadapi tekanan-tekanan akibat COVID-19. Oleh karena itu perlu dibangun kategorisasi program dalam menarget keluarga Indonesia supaya tidak terkena krisis.

“Data dari hasil penelitian Prof Euis yang lebih banyak menggambarkan kondisi keluarga ekonomi menengah ke atas, jelas menunjukkan kebutuhan keluarga dalam menghadapi pandemi ini berbeda-beda, tidak semuanya bertumpu pada persoalan ekonomi,” ungkap Dr Lala.

Lebih lanjut dikatakannya, bantuan sosial (bansos) menjadi ranah pemerintah, termasuk juga komunitas-komunitas dan swasta (melalui berbagai bentuk corporate social responsibility/CSR), perguruan tinggi bisa berkontribusi dalam memperkuat kemampuan keluarga dalam berinvestasi secara sosial, ekonomi dan religi sehingga lebih tangguh atau percaya diri dalam menghadapi krisis multi dimensi yang dipicu oleh COVID-19.

“Transfer knowledge untuk investasi sosial dan religi bisa dilakukan oleh Fakultas Ekologi Manusia, Falultas Ekonomi dan Manajemen, dan fakultas lain, sementara untuk bidang produksi IPB University juga tentunya terus meningkatkan peran untuk menghasilkan inovasi-inovasi produksi yang bisa digunakan oleh masyarakat,” jelasnya.

Hal penting yang tidak boleh ditinggalkan, menurutnya adalah bagaimana kontribusi semua elemen bangsa tersebut dapat terkonsolidasikan dengan baik antar kementerian/lembaga, komunitas, swasta dan perguruan tinggi sehingga lebih terarah, sistematis dan berdampak positif.

 

 

 

 

(ipb/end)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *