Koalisi ‘KIM’ di Pilbup Bogor 2024, Mungkinkah?

DPC Partai Gerindra Kabupaten Bogor menandatangani kontrak Politik untuk berkoalisi dengan Partai Demokrat Kabupaten Bogor dalam Pilbup 2024, pada Senin (6/5/24). Foto: Asep Syahmid

Cibinong, BogorUpdate.com, menilai potensi untuk terjadinya linieritas Koalisi Partai Politik (Parpol) untuk pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden yang di linierkan dengan koalisi partai politik pengusungan pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024 di seluruh Indonesia sangat mungkin terjadi.

Menurut Yusfitriadi, baik pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota akan memungkinkan bagi Parpol untuk melinierkan Koalsisi di Pilpres 2024 kemarin, termasuk di Kabupaten Bogor.

Terlebih jika melihat peta kekuatan politik di Kabupaten Bogor, poros kekuatan politik menjelang Pilkada 2024 sampai saat ini hanya tertumpu 2 kekuatan, yakni Partai Gerindra dan Partai Golkar.

“Sedangkan kekuatan politik lainnya baru ‘memanaskan mesin' dengan membangun komunikasi politik satu sama lain,” kata Yusfitriadi kepada Wartawan, Selasa (7/5/24).

Namun, lanjut Kang Yus sapaan akrabnya, sampai saat ini belum terlihat kristalisasinya, baru ada indikasi akan mewujudkan (KIM) di tingkat lokal Kabupaten Bogor. Konsistensi mewujudkan KIM di Kabupaten Bogor akan diuji pada penentuan siapa Calon Bupati dan siapa Calon Wakil Bupati.

“Karena jika koalisi ini akan diwujukan sudah hampir dipastikan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati Bogor akan ditentukan oleh Partai Koalisi di tingkat Pusat,” ujarnya.

Kang Yus menjelaskan, Dinamika akan muncul di 3 kekuatan partai koalisi, Gerindra, Golkar dan Demokrat. Gerindra merupakan partai pemenang di Kabupaten Bogor, sehingga diperkirakan akan “ngotot” untuk bisa mengambil porsi Calon Bupati.

“Namun dari dua sosok di Partai Gerindra Kabupaten Bogor yakni dan Rudy Susmanto masih memiliki elektabilitas yang rendah,” jelasnya.

“Disisi lain Partai Golkar memiliki figur politisi yang sangat kuat dan nengakar, yaitu Ade Ruhandi (Jaro Ade). Tentu sampai saat ini hasil dari beberapa lembaga survei memiliki tingkat elektabilitas yang sangat tinggi, jauh dari kedua sosok kader Partai Gerindra,” tambahnya.

Selain itu, beber Direktur Lembaga Survey Visi Nusantara Maju (LS-Vinus) itu, Partai Golkar Kabupaten Bogor sudah membangun kesepakatan diawal dengan PAN Kabupaten Bogor.

Di lain pihak Partai Demokrat juga mulai merangsek untuk untuk mengambik posisioning kadernya di Pilkada Kabupaten Bogor mendatang.

Sehingga sangat rasional dan logis jika koalisi ini terbangun pementuan Calon Bupati dan Calon Wakik Bupati diserahkan ke partai di tingkat pusat.

“Sehingga partai di tingkat pusat yang berada di KIM harus objektif, rasional dan proporsional dalam menentukan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati,” tegasnya.

Beberapa hal yang harus dipertimbangkan, Pertama, Tingkat Elektabikitas. Mengukur rasionalitas dalam elektabikitas elektoral salah satung dengan tingkat elektabikitas figur. Baik diinternal partainya masing-masing maupun di koalisi partai.

“Kedua, Pengalaman. Tentu pengalaman ini tidak hanya sekedar dimaknai pernah menduduki jabatan di pemerintahan baik di legislatif maupun eksekutif. Namun pengalaman ketika menjabat apakah proktif atau tidak dalan memberikan kontribusi yang konstruktif bagi pengembangan Kabupaten Bogor,” bebernya.

Ketiga, rekam jejak. Baik secara hukum positif maupun hukum sosial akan sangat beroengaruh untuk menjadi pilihan masyarakat. Seperti selama menjabat jabatan publik negara pernah berkasus sehingga membuat maayarajat terganggu.

“Keempat, masalah “logistik”. Secara normatif akan ditanggung bersama biaya kontestasi elektoral. Namun faktanya hal tersebut tidak pernah terjadi, sudah bisa dipastikan calon bupati akang menanggung biaya lebih besar dibandingkan calon wakil bupati,” jelasnya lagi.

Terlebih Kabupaten Bogor butuh energi yang cukup besar dengan luas wilayah dan besarnya jumlah DPT. Oleh karena itu, salah sedikit saja partai di tingkat pusat dalam menentukan calon bupati dan wakik bupati, akan berakibat fatal.

Karena dalam dualektika pemilihan kepala daerah figuritas akan lebih mendominasi faktor kemenangan dibandingkan partai politik.

Bahkan upaya dalam mewujudkan KIM di tingkat Kabupaten Bogor bisa “bubar” sebelum terbentuk, dengan membentuk kekuatan politik masing-masing yang saling berhadapan.

“Akan menarik jika pada kekuatan politik lain, seperti koalisi perubahan (KIB) juga terbentuk di tingkat lokal kabupaten Bogor. Tinggal koalisi Ganjar-mahfud akan merapat ke KIM atau KIB,” tandas Kang Yus.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *