Kejaksaan Tolak Permohonan Bima

Hukum & Kriminal, BogorUpdate.com
Kejaksaam Negeri (Kejari) Kota Bogor menolak permohonan Wali Kota Bogor Bima Arya yang mengajukan surat permohonan penangguhan penahanan terhadap lima tersangka kasus dugaan korupsi penyimpangan dana BOS tahun 2017, 2018 dan 2019.

Dalam surat nomor 180/2633-Hukham tertanggal 27 Juli 2020 itu, Bima menjaminkan dirinya atas penangguhan penahanan lima tersangka tersebut yang merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang tergabung dalam Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S).

Saat dikonfirmasi, Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bogor, Cakra Yudha membenarkan adanya surat permohonan penangguhan tahanan tersebut. Menurut dia, hal itu sah-sah saja dilakukan sesuai dengan Pasal 31 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Namun Korp Adhyaksa enggan mengabulkan keinginan dari walikota tersebut. Namun, kata dia, kejaksaan tetap menggunakan Pasal 21 KUHAP. “Kami melakukan penahanan karena takut tersangka melarikan diri, takut menghilangkan barang bukti, dan mengulangi perbuatannya,” kata Cakra, Selasa (4/8/20).

Sementara Kepala Bagian Hukum dan HAM Setda Kota Bogor, Alma Wiranta mengatakan, pihaknya akan mendampingi proses hukum terhadap ASN yang terjerat kasus BOS. Dan saat ini pihaknya melakukan analisis terhadap permasalahan dana BOS pada Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bogor yang dikelola oleh K3S.

“Pemkot Bogor telah mengajukan permohonan penangguhan penahanan terhadap para tersangka dugaan penyelewengan dana BOS pada sebagai penjaminnya Walikota,” ucap Alma.

Masih kata dia, hal itu adalah bentuk akuntabilitas yang baik dari Pemkot Bogor untuk tetap berlandaskan asas praduga tidak bersalah sambil membenahi Disdik. “Berdasarkan asas praduga tidak bersalah harus dilakukan pendampingan, dan rule of law tetap dijalankan sebagaimana mestinya sebagai warga negara yang tunduk pada hukum,” ucapnya.

Menurut dia, aturan terhadap pendampingan hukum bagi ASN yang jadi tersangka pidana dalam jabatannya mengacu kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 tahun 2014 tentang pedoman penanganan perkara di lingkungan Kemendagri dan pemerintah daerah.

Secara normatif di Pasal 15 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2014 menyatakan bahwa pendampingan hukum tersebut berupa pemahaman hukum mengenai hak dan kewajiban saksi dalam setiap tahapan pemeriksaan. “Ya, juga ketentuan hukum acara pidana, mengenai materi delik pidana yang disangkakan. Hal
dalam tahapan penyidikan sampai penuntutan, dan tugas itu berada di Bagian Hukum,” katanya.

Sedangkan terhadap penangguhan penahanan atas permintaan tersangka atau terdakwa kepada penyidik, penuntut umum, atau hakim sesuai tingkat kewenangannya masing-masing, manakala permintaan tersebut mendapat persetujuan dari penyidik, penuntut umum, atau hakim yang menahan.

“Dengan ketentuan, tersangka atau terdakwa menyetujui persyaratan dan jaminan yang ditetapkan. Syarat penangguhan diatur dengah jelas dalam UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP yaitu pada Pasal 31 ayat 1,” katanya.

Selama masa penangguhan, tersangka atau terdakwa harus melakukan wajib lapor. “Hal itu bisa dilakukan sesuai perjanjian satu kali sehari, satu kali dalam tiga hari, atau satu minggu sekali bergantung persetujuan,” papar Alma.

Dalam penangguhan penahanan pemohon harus memberikan jaminan kepada pihak yang berwenang. Menurut dia jaminan itu, bisa berupa uang atau pun orang yang bersedia. Orang yang menjadi jaminan bisa berasal dari keluarga atau pun orang lain.

“Selain itu bisa juga kuasa hukum tersangka sebagai penjamin. Syaratnya, penjamin memberi pernyataan dan kepastian kepada instansi yang menahan bahwa dia bersedia dan bertanggung jawab memikul segala risiko dan akibat yang timbul apabila tahanan melarikan diri,” paparnya.

Di tempat terpisah, Wakil Walikota Bogor, Dedie A. Rachim mengatakan bahwa Bagian Hukum tidak memberikan pedampingan hukum atau menjadi pengacara. Namun sifatnya memberikan pendapat teknis yang diperlukan oleh saksi dan tersangka.

“Bukan (bantuan hukum). Karena ini kasus tipikor. Pemkot akan menyerahkan sepenuhnya kepada kejaksaan, dan kami menghormati prosesnya,” ucapnya.

Dedie memastikan bahwa kelima ASN yang terjerat kasus korupsi BOS akan diberhentikan secara tidak hormat setelah ada ketetapan hukum. “Setelah ada keputusan hukum yang tetap sesuai aturan,” tandas mantan pejabat KPK itu.

 

 

 

 

 

(As/bing)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *