Bogor RayaHomeHukum & KriminalNews

Ada Mahasiswi dan Ketua Kadin Kabupaten Bogor di Pusaran Kasus Suap Ade Yasin, Jadi Misteri

Bupati Bogor Nonaktif Ade Yasin usai ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

Hukum, BogorUpdate.com – Kasus dugaan suap Bupati Bogor Nonaktif Ade Yasin terhadap auditor Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Jawa Barat terus bergulir, anehnya dalam kasus tersebut ada dua mahasiswi yang turut dipanggil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pada Jumat (27/5/22) KPK memanggil dua ajudan semasa Ade Yasin menjabat Bupati Bogor yakni, Anisa Rizky Septiani alias Ica, Kiki Rizky Fauzi, serta Diva Medal Munggaran honorer Dinas PUPR Kabupaten Bogor.

“Tim Penyidik, pada Jumat (27/5/22) bertempat di gedung KPK Merah Putih telah memeriksa sejumlah saksi yakni 2 ajudan tersangka Ade Yasin serta Honorer DPUPR Kabupaten Bogor,” papar Ali Fikri, Sabtu (28/5/22).

Ali Fikri menambahkan, untuk ketiga saksi yang dipanggil tersebut dimintai keterangannya terkait pertemuan dengan kontraktor lantaran ada dugaan penerimaan sejumlah uang untuk Ade Yasin.

“Ketiganya memenuhi panggilan Tim Penyidik dan dikonfirmasi antara lain terkait dugaan adanya beberapa pertemuan antara Tersangka AY dengan beberapa pihak kontraktor dimana diduga dalam pertemuan tersebut ada penerimaan sejumlah uang untuk AY,” jelasnya.

Ali Fikri juga menyebutkan, selain tiga saksi tersebut, KPK juga memeriksa dua orang lainnya dalam dugaan kasus suap Bupati Bogor Ade Yasin kepada BPK Perwakilan Jawa Barat untuk mendapatkan Predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) Tahun Anggararan 2021.

Kedua saksi tersebut ialah Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kabupaten Bogor, Sintha Dec Checawaty dan Tim branding Kabupaten Bogor, Dede Sopian (CV Dede Print). Keduanya dimintai keterangannya terkait penerimaan sejumlah uang dari pihak swasta untuk diserahkan kepada tersangka Ade Yasin.

“Keduanya juga memenuhi panggilan Tim Penyidik dan dikonfirmasi antara lain terkait dugaan aliran penerimaan sejumlah uang dari beberapa pihak swasta untuk tersangka AY melalui orang kepercayaannya,” pungkas Ali Fikri.

Khususnya Ketua Kadin Kabupaten Bogor, yang dalam hasil pemeriksaannya disebutkan berkaitan dengan penerimaan sejumlah uang dari pihak swasta untuk Ade Yasin. Pihak swasta dimaksud apakah para kontraktor atau ada yang lain, itu juga menjadi misteri dan pembicaraan hangat di masyarakat Kabupaten Bogor.

Semakin banyak dan melebarnya saksi-saksi yang dipanggil KPK untuk dimintai keterangan bahkan sampai dua mahasiswi, tentu menimbulkan persepsi yang bermacam-macam di tengah masyarakat Kabupaten Bogor.

Ya, pada dua pekan kemarin KPK telah memanggil dua orang mahasiswi, yaitu Putri Nur Fajrina dan Genia Kamilia Sufiadi untuk diminta keterangannya.

Dua mahasiswi ini dipanggil bersama sejumlah saksi lainnya, seperti Sekretaris KONI Kabupaten Bogor Rieke Iskandar, Dirut PT Kemang Bangun Persada Sunaryo, Direktur PT Sabrina Jaya Abadi H. Sabri Aminudin dan pihak swasta Krisna Candra Januari.

“Kedua saksi mahasiswi itu hadir untuk didalami pengetahuannya terkait dengan dugaan aliran sejumlah uang dari beberapa pihak untuk tersangka Hendra Nur Rahmatullah Karwita,” kata Jubir KPK Ali Fikri, Senin (23/5/22).

Adanya pemanggilan saksi dari unsur mahasiswi ini menimbulkan polemik tersendiri. Pasalnya, dari sejumlah kasus OTT KPK yang terjadi di Kabupaten Bogor, baru kali ini mahasiswi bisa ikut terlibat menjadi saksi.

Jika flashback pada tiga kasus kepala daerah Kabupaten Bogor berurusan dengan KPK, tidak sekali pun melibatkan unsur mahasiswi.

Pada OTT KPK pertama yang terjadi di Kabupaten Bogor, yakni tahun 2013 lalu, Ketua DPRD Kabupaten Bogor saat itu H. Iyus Djuher ditangkap KPK, karena berurusan dengan perizinan.

Alm Iyus Djuher diduga menerima uang atau janji kepengurusan izin pengelolaan lahan di Desa Antajaya, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Uang tersebut diduga diberikan oleh Direktur PT Gerindo Perkasa Sentot Susilo dan Nana Supriatna. Dalam kasus ini, tidak terlibat atau adanya peran mahasiswi.

Pada OTT KPK kedua pada tahun 2014 lalu, yang menjerat Bupati Bogor saat itu H. Rachmat Yasin dan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bogor, Zairin, juga tidak melibatkan mahasiswi dalam kejadian ini.

Rachmat Yasin dan Zairin diduga menerima uang suap dari pihak swasta Francis Xaverius Yohan dalam jumlah miliaran untuk mengurus izin Rancangan Umum Tata Ruang (RUTR) kawasan Bogor, Puncak dan Cianjur (Bopunjur).

Demikian pula pada kasus kedua Rachmat Yasin berurusan dengan KPK, yakni menerima gratifikasi dari sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten Bogor berupa uang senilai Rp 8,9 miliar, tanah seluas 170,447 meter persegi dan mobil mewah, tidak ada saksi yang berasal dari mahasiswi.

Berbeda dengan OTT laporan keuangan Pemkab Bogor ini, ada dua mahasiswi yang dipanggil KPK untuk diminta keterangannya soal pengetahuannya tentang aliran dana pada pemeriksa BPK Hendra Nur Rahmatullah Karwita.

Sejumlah sumber yang diminta keterangannya terkait peran dari dua mahasiswi ini enggan menjelaskan lebih lanjut. Demikian pula dengan latar belakang keluarga dan kampus, serta aktivitas mereka di lingkungan Pemkab Bogor, para pejabat itu pada tutup mulut.

“Nanti saja di persidangan biar terbuka lebar. Kalau sekarang, biar jadi misteri dulu aja,” katanya.

Exit mobile version